KEMENKO PMK -- Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Andre Notohamijoyo mendorong gerakan panen air hujan untuk atasi kelangkaan air di wilayah rawan kekeringan.
"Panen air hujan bukan hanya solusi teknis, tetapi juga pendekatan sosial berbasis gotong royong yang mendorong kemandirian masyarakat dalam mengelola sumber daya air," ujar Andre dalam kunjungan kerja ke Padukuhan Banyumanik, Pacareja, Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Selasa (29/4/2025).
Dalam kunjungan ini, Andre didampingi langsung oleh Dekan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Maryono yang juga merupakan penggagas teknologi Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH) berbasis Gama Rainfilter.
Agus Maryono menjelaskan bahwa sistem ini mampu menyaring dan memurnikan air hujan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, hingga pengisian ulang air tanah. Program ini telah dijalankan di berbagai daerah melalui KKN, kerja sama CSR, dan inovasi komunitas seperti “Arisan Panen Hujan”.
Pengelola Banyumanik Research Center Sri Astuti Soedjoko turut memaparkan bagaimana IPAH diadopsi secara mandiri oleh masyarakat setempat. Dengan pendekatan partisipatif, warga membangun dan merawat instalasi panen hujan serta secara aktif mempromosikan budaya konservasi air.
Dalam implementasinya, program ini melibatkan skema partisipatif seperti Arisan Panen Hujan, yang memperkuat peran komunitas sebagai pelaku utama pengurangan risiko bencana.
"Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa air hasil IPAH tidak hanya memenuhi standar air bersih, tetapi dalam banyak kasus kualitasnya melebihi air tanah maupun permukaan," ujarnya.
Asdep Andre Notohamijoyo menyampaikan, Kemenko PMK mengapresiasi kontribusi para pemangku kepentingan, termasuk BPBD Kabupaten Gunungkidul dan Sekolah Vokasi UGM, dalam menjadikan program ini sebagai model kolaboratif antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat.
Andre menyampaikan, Kemenko PMK akan mendorong replikasi praktik baik ini ke wilayah rawan kekeringan lainnya di Indonesia, memperkuat kebijakan berbasis sumber daya lokal, serta mengintegrasikan inovasi panen hujan ke dalam strategi nasional pengurangan risiko bencana.
"Kunjungan ini menegaskan pentingnya sinergi antara teknologi, komunitas, dan kebijakan untuk mewujudkan ketahanan air yang berkelanjutan," ujarnya.
Dalam kunjungan tersebut juga dibahas sejumlah capaian, antara lain peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya air, penguatan jejaring antar pemangku kepentingan, serta munculnya inovasi lokal berbasis ekologi. Namun demikian, beberapa tantangan masih dihadapi seperti keterbatasan pendanaan replikasi, kebutuhan peningkatan kapasitas teknis masyarakat, serta perlunya penguatan dukungan regulasi di tingkat daerah.