Kemenko PMK Finalisasi Tim Koordinasi Nasional RR: Perkuat Tata Kelola Pascabencana agar Lebih Cepat, Efektif, dan Tuntas

KEMENKO PMK — Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial, Kemenko PMK, Lilik Kurniawan, menegaskan bahwa pembentukan Tim Koordinasi Nasional Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) Pascabencana merupakan langkah strategis untuk memperbaiki tata kelola penanganan pascabencana agar lebih cepat, efektif, dan tuntas.

Hal itu disampaikan saat memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Eselon I Finalisasi Draf Keputusan Menko PMK tentang Tim Koordinasi Nasional RR yang digelar di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, pada Selasa (23/9/2025). Rapat tersebut diikuti oleh kementerian/lembaga serta mitra pembangunan yang akan menjadi bagian dari tim koordinasi.

Lilik menyebutkan bahwa selama ini pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi kerap menghadapi berbagai hambatan, mulai dari keterbatasan pendanaan, penyediaan lahan relokasi, hingga lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan.

“Kita perlu wadah kolaborasi agar penanganan pascabencana bisa berjalan terpadu, terukur, dan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat terdampak,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa ancaman bencana di Indonesia terus meningkat akibat perubahan iklim maupun kondisi geologi yang kompleks. Data menunjukkan kenaikan muka air laut sebesar 0,8–1,2 cm per tahun, gelombang ekstrem di atas 1,5 meter, serta perubahan curah hujan hingga ±2,5 mm per hari. Sementara itu, dari sisi geologi terdapat 6 zona subduksi, 13 segmen megathrust, dan hampir 300 sesar aktif yang menjadi sumber potensi bencana besar.

“Indonesia berhadapan dengan risiko bencana yang semakin tinggi. Lebih dari 53 ribu desa berada di daerah rawan bencana, dihuni 51 juta keluarga. Kondisi ini menuntut kita semua, pemerintah pusat, daerah, hingga masyarakat untuk bersatu memperkuat sistem rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana,” kata Deputi Lilik.

Lilik juga menyoroti bahwa kapasitas sumber daya penanggulangan bencana masih terbatas. Nilai Indeks Kapasitas Daerah (IKD) rata-rata baru mencapai 0,46, masuk kategori sedang. Selain itu, cakupan peringatan dini baru menjangkau sekitar 6 persen dari total populasi yang terpapar risiko tinggi.

“Kondisi ini menunjukkan bahwa kita masih memiliki pekerjaan besar untuk meningkatkan kesiapan dan respons,” tuturnya.

Pembentukan Tim Koordinasi Nasional RR, menurut Lilik, akan memperkuat sinergi lintas sektor yang selama ini berjalan parsial. Tim ini akan memiliki lima kelompok kerja, yaitu permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi, serta lintas-sektoral. Masing-masing dikoordinasikan kementerian/lembaga terkait dengan dukungan dari pemerintah daerah, TNI/Polri, dan mitra pembangunan.

Selain pembentukan tim, Kemenko PMK juga menyiapkan Kartu Kendali RR sebagai instrumen monitoring dan evaluasi, serta Forum Kebijakan RR untuk melibatkan semua unsur, mulai dari pemerintah, akademisi, dunia usaha, media, dan masyarakat sipil dalam perumusan kebijakan pemulihan pascabencana. Dengan demikian, rehabilitasi dan rekonstruksi dapat berjalan lebih adaptif dan inklusif.

“Yang kita harapkan bukan hanya percepatan pembangunan fisik, tetapi juga pemulihan sosial dan ekonomi masyarakat. R3P tidak boleh berhenti di pembangunan hunian, tetapi harus tuntas sampai masyarakat bisa mandiri kembali,” ujar Deputi Lilik.

Rapat koordinasi ini ditutup dengan penyepakatan tindak lanjut berupa penandatanganan Berita Acara persetujuan dari kementerian/lembaga dan mitra pembangunan yang terlibat. Langkah ini menjadi tonggak awal terbentuknya Tim Koordinasi Nasional RR yang diharapkan dapat mengakselerasi pemulihan pascabencana di Indonesia secara lebih cepat, efektif, dan tuntas.

Kontributor Foto:
Reporter: