KEMENKO PMK — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyoroti masih kompleksnya persoalan tuberkulosis (TB) di Indonesia. Ia menegaskan bahwa penanganan TB tidak cukup dilihat dari aspek kesehatan semata, tetapi juga perlu didekati dari sisi sosial, hukum, dan budaya agar penanggulangannya dapat berjalan efektif dari pusat hingga daerah.
Hal itu disampaikan saat memberikan sambutan dalam agenda SENERGI yang mengulas mengenai persoalan TB, di Kantor Kemenko PMK, pada Senin (6/10/2025).
“Sangat sedih dengan kondisi TB di Indonesia. Dan itu sudah masuk dalam PHTC Bapak Presiden. Saya sudah menghadap dua minggu yang lalu untuk mainstreaming isu ini, dan kami juga sudah mengusulkan agar dibahas dalam rapat terbatas kabinet supaya menjadi konsen lintas kementerian dan lembaga dari atas sampai ke bawah,” ujar Menko PMK.
Menko PMK menjelaskan, berbagai langkah koordinasi telah dilakukan, termasuk memanfaatkan forum bersama kepala daerah dan mengundang gubernur untuk memperkuat Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TP2TB). Namun, ia mengakui bahwa meskipun dukungan kelembagaan dan ketersediaan obat sudah memadai, pergerakan implementasi hingga tingkat bawah masih perlu ditingkatkan.
“Kami di sini juga harus memulai. Jadi kita harus menyelesaikan beberapa masalah sosial, salah satunya stigma. Kalau ditemukan kasus TB, masyarakat harus aware, seperti dulu saat kita menghadapi COVID-19,” tambahnya.
Pratikno mencontohkan pengalaman pemerintah saat awal pandemi COVID-19, di mana keterbukaan menjadi kunci untuk membangun pemahaman publik. Selain stigma sosial, Menko PMK menilai persoalan hukum juga menjadi tantangan dalam penanganan TB, terutama di sektor swasta. Ia menyinggung adanya kekhawatiran dari para pekerja yang takut diperiksa karena khawatir dipecat apabila terdiagnosis TB.
“Sekali lagi ini permasalahan sosial dan hukum yang juga harus kita pecahkan. Kita harus menyelesaikan masalah yang bukan hanya teknis kedokteran, tapi juga stigma sosial budaya dan perlindungan hukum bagi pekerja yang terkena TB,” tegasnya.
Menurut Menko PMK, persoalan yang kompleks ini membuat isu TB kerap sulit untuk didiskusikan secara terbuka. Padahal, jika isu ini terus tertutup, Indonesia akan kesulitan menuntaskan target eliminasi TB.
“Ini penyakit yang sudah lama sekali, sudah ada obatnya, tapi justru tidak bergerak. Kita harus mendekatinya dari semua perspektif: lewat pendidikan keluarga, lewat isu kesehatan tentu saja, lewat isu pendidikan, jati diri bangsa, dan lain-lain. Semuanya harus kita dekati bersama-sama,” tutup Menko PMK.
Dalam agenda tersebut, hadir Guru Besar Universitas YARSI, Tjandra Yoga Aditama, yang memberikan edukasi mengenai penanganan TB di Indonesia. Ia menyoroti bahwa TB masih menjadi tantangan besar kesehatan masyarakat dan memerlukan sinergi berbagai pihak agar penanganannya bisa lebih efektif dan menyentuh hingga ke lapisan masyarakat bawah.
Tjandra juga menekankan pentingnya membangun kesadaran publik bahwa TB merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Menurutnya, dengan pengobatan yang tepat dan dukungan lingkungan yang tidak diskriminatif, pasien TB dapat pulih sepenuhnya dan rantai penularan dapat diputus.