Kemenko PMK Dukung Upaya Perlindungan PMI dan PRT 

Jakarta (26/10) -- Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan bagian penting dalam perekonomian lokal, nasional, hingga global. Peran besar mereka di belakang layar membuat berbagai aktivitas bisa berjalan lancar, serta peran mereka sebagai pahlawan devisa nasional. Tetapi, mereka masih sering luput dari perhatian dan perlindungan.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Y. B. Satya Sananugraha menjelaskan, PMI dan PRT rentan mengalami berbagai ancaman, seperti kekerasan seksual serta eksploitasi tenaga dan waktu. 

Hal tersebut disampaikan Sananugraha dalam diskusi bertajuk Eksistensi Hak-hak PRT dan Pekerja Migran: Perlindungan dari Kekerasan Seksual dan Dukungan Pendidikan Formal, yang diadakan Kemenko PMK bersama Pusat Studi Islam Perempuan dan pembangunan (PSIPP) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD), yang diselenggarakan secara daring dan luring di Hotel Gran Melia Jakarta, pada Senin (26/10).

"PMI dan PRT masih terancam kerentanan. Mereka juga masih terancam ekspolitasi waktu dan tenaga, serta kekerasan seksual. Apalagi, selama pandemi, beban kerja PRT meningkat sejalan dengan semua kegiatan keluarga dilakukan di rumah," ujarnya.

Lebih lanjut, Sananugraha mengungkapkan, ancaman pemutusan hubungan kerja di masa pandemi juga menghantui PRT serta PMI. Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia(BP2MI), hingga minggu ke-3 September 2020 tercatat sekitar 45 ribu orang PMI yang dipulangkan ke Indonesia. Dengan segala kerentanan yang ada, PRT dan PMI belum mendapat perlindungan yang optimal. 

Karena itu, Sananugraha menyatakan dukungannya terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) serta RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) agar segera disahkan menjadi Undang-Undang yang bisa melindungi mereka dari kekerasan seksual dan eksploitasi.

"Kita harus mempunyai Undang-Undang yang spesifik yang bisa memberikan jaminan perlindungan bagi korban kekerasan seksual dan Undang-Undang yang melindungi pekerja rumah tangga dari potensi eksploitasi tenaga dan waktu. Jadi kita harapkan ini kita bisa membuat hukum yang mengatur hak-hak mereka," tuturnya.

Diskusi menghadirkan narasumber Kepala Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) ITB-AD Pitri Yandri, Sestama Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Tatang B. Razak, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini, Wakil Rektor ITB-AD Imal Istimal.

Kepala LP3M ITB-AD Pitri Yandri menjelaskan bahwa PRT dan PMI harus terus diberikan empowerment dan edukasi untuk meningkatkan kualitasnya serta kapabilitasnya. Sepertihalnya Sananugraha, Yandri juga mendorong agar regulasi yang melindungi PMI dan PRT segera diterbitkan.

Sestama Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Tatang B. Razak menjelaskan bahwa saat ini telah ada regulasi yang melindungi PMI, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Dia mengatakan, pemerintah terus berupaya melakukan upaya perlindungan agar PMI bisa terlindungi dari berbagai ancaman.

Koordinator Jala PRT Lita Anggraini menyatakan bahwa PRT bukanlah pembantu. Dia menegaskan PRT adalah pekerja informal yang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan dilindungi. Apabila terus dianggap sebagai pembantu, menurutnya PRT akan terus-terusan dieksploitasi tenaga dan waktu, serta diabaikan haknya.

Wakil Rektor ITB-AD Bagian III Imal Istimal mengatakan bahwa penting bagi pekerja migran untuk terus meningkatkan kualitasnya dan meneruskan pendidikannya. Seperti yang diketahui pekerja migran didominasi oleh pendidikan rendah. Maka dari itu menurutnya pekerja migran harus terus meningkatkan pengetahuannya sehingga bisa meningkatkan statusnya.

Sebagai informasi, kegiatan diskusi ini merupakan rangkaian kegiatan Seminar Nasional ‘Meneguhkan Peran dan Tanggung Jawab Negara bagi Perlindungan Korban Kekerasan Seksual’ yang merupakan kerja sama Kemenko PMK dan PSIPP ITB-AD Jakarta. (*)

Kontributor Foto:
Reporter: