KEMENKO PMK – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy diberi gelar kehormatan nama adat Gowa dengan sebutan “Daeng Majarre”. Maknanya, tokoh pemersatu atau yang mempererat.
Pemberian gelar kehormatan nama adat "Daeng Majarre" kepada Menko PMK ditandai dengan disematkannya Songkok Guru/Nibiring atau peci khas Sulawesi Selatan oleh Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan serta pemberian badik oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Melalui pemberian gelar kehormatan dari Lembaga Adat Kabupaten Gowa dan Keluarga Besar Keturunan Kerajaan Gowa itu juga sekaligus menjadikan Menko PMK sebagai warga kehormatan Kabupaten Gowa.
“Sebetulnya ini kejutan untuk saya karena sejak awal, baik dari Pak Bupati maupun Pak Mentan, tidak memberitahu kalau akan diberi gelar nama adat itu. Tapi terima kasih atas penghormatan yang diberikan kepada saya,” ujar Menko PMK usai penyematan anugerah gelar kehormatan nama adat “Daeng Majarre” di Museum Istana Balla Lompa, Kabupaten Gowa, Kamis (17/3).
Meskipun, dengan merendah Muhadjir mengaku merasa tidak layak mendapatkan penghormatan itu, namun, ia meyakinkan bahwa dengan penghormatan nama adat tersebut membuatnya semakin terpacu untuk lebih memberikan perhatian kepada pelestarian terutama pelestarian adat dan situs-situs budaya bangsa.
“Tentu saja ini akan memacu saya untuk lebih perhatian kepada pelestarian, terutama pelestarian adat dan peninggalan situs-situs yang sangat kaya dan belum terurus dengan baik. Ini tentu akan saya perhatikan,” ucapnya.
Sementara itu, Bupati Gowa Adnan menjelaskan arti kata Majarre dari nama adat yang diberikan kepada Menko PMK adalah pemersatu atau mempererat. Pemberian nama itu sebagai wujud harapan atas dukungan dalam upaya mempersatukan adat budaya terutama yang ada di Kabupaten Gowa.
“Kehadiran Menko PMK menjadi berkah tersendiri bagi Kabupaten Gowa karena telah memberikan bantuan pikiran sehingga gelar nama ini diberikan kepada Beliau,” ungkapnya.
Revitalisasi Museum
Adnan pun menerangkan, Museum Balla Lompa sebelumnya merupakan rumah jabatan Bupati Gowa terdahulu yang kemudian pada zaman Bupati Syahrul Yasin Limpo atau yang kini menjabat Menteri Pertanian dilakukan perluasan area. Selanjutnya, di zaman kepemimpinan Alm Ichsan Yasin Limpo kemudian direvitalisasi.
“Tentu hari ini, kami dan masyarakat Kabupaten Gowa berbangga karena melanjutkan apa yang telah diletakkan pondasinya oleh para pendahulu kami. Kami akan terus menjaga eksistensi Kabupaten Gowa dan mempertahankan adat istiadat dan memperindah kawasan Museum Balla Lompoa sebagai salah satu ikon Kabupaten Gowa,” tutur Bupati Gowa.
Seraya menambahkan, kata Menko PMK, Museum Balla Lompa mempunyai sejarah panjang. Bukan sekadar sebuah bangunan istana, tetapi juga merupakan pusat perlawanan terhadap penjajah kolonial sebelum akhirnya dibumihanguskan.
“Ini adalah tempat petilasan yang kemudian dihidupkan kembali oleh pemerintah daerah sejak zaman bupatinya Pak Syahrul Yasin Limpo. Ini harus kita apresiasi dalam rangka untuk memberikan semacam pelajaran kepada generasi-generasi yang akan datang bahwa di Kabupaten Gowa ini memiliki nilai sejarah yang tak ternilai harganya dengan perjuangan Indonesia,” kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Terakhir, Muhadjir menegaskan bahwa apa yang terjadi hari ini sejatinya adalah impian-impian dari zaman nenek moyang. Tugas generasi masa kini adalah membangun impian-impian untuk generasi hari esok.
“Sudah betul apa yang dilakukan pimpinan-pimpinan di Gowa ini.
Ini adalah upaya untuk menggali artefak-artefak leluhur yang dulu terpendam digali kembali, diangkat, dan kemudian ini saatnya kita membangun Gowa dan masa depan bangsa Indonesia,” pungkas Muhadjir.