Capaian Terukur Melalui Enam Fase Siklus PMK

KEMENKO PMK -- Jelang penghujung tahun 2021, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy memaparkan capaian bidang pembangunan manusia dan kebudayaan (PMK). Hal itu didasari atas strategi PMK yang telah disiapkan melalui konsep Siklus PMK 2020-2025.

Menko PMK menjelaskan, Siklus PMK 2020-2025 merupakan strategi PMK dalam rangka memaksimalkan capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kemiskinan, dan ketimpangan yang telah ditetapkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

“IPM, kemiskinan, dan ketimpangan menjadi tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam bidang PMK. Tahun 2021, IPM Indonesia mencapai 72,29 atau meningkat 0,35 poin (0,49 persen) dibandingkan capaian tahun 2020 (71,94). Peningkatan IPM 2021 terjadi pada semua dimensi, baik umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak,” tuturnya.

Sedangkan, kondisi kemiskinan dan ketimpangan nasional di tahun 2021, menurut Menko PMK, masih mengalami perkembangan yang negatif. Tingkat kemiskinan Indonesia pada periode Maret 2021 sebesar 10,14 persen atau naik dibandingkan periode Maret 2020 sebesar 9,78 persen.

Demikian juga ketimpangan yang diukur dengan rasio gini. Tingkat ketimpangan pada periode Maret 2021 sebesar 0,384 atau semakin melebar dibandingkan periode Maret 2020 sebesar 0,381.

“Namun demikian, jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan dan ketimpangan pada periode September 2020, kondisinya mengalami perkembangan yang positif dengan tingkat kemiskinan mencapai 10,19 persen dan ketimpangan mencapai 0,385,” papar Muhadjir.

Sementara, dalam menerapkan konsep Siklus PMK guna mencapai target pembangunan bidang PMK tidak hanya dilakukan oleh Kemenko PMK saja. Pada implementasinya melibatkan banyak pemangku kepentingan, antara lain, kementerian/lembaga (K/L), pemerintah daerah, dunia pendidikan, dunia usaha, dan keterlibatan masyarakat.

Saat ini, Kemenko PMK telah melakukan inventarisasi sejumlah indikator yang berkontribusi bagi pencapaian setiap fase siklus PMK. Lebih kurang ada 150 indikator bidang PMK yang diperoleh dari RPJMN 2020-2024, laporan kinerja K/L 2020 mitra koordinasi Kemenko PMK, maupun sumber lain seperti data Badan Pusat Statistik (BPS).

*Enam Fase Siklus PMK*

Menko PMK mengutarakan ada 6 (enam) fase Siklus PMK. Pertama, fase prenatal dan ASI atau disebut juga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan balita. Pada fase ini yang menjadi perhatian pemerintah adalah memastikan kecukupan gizi dan pola asuh bayi, batita, dan balita untuk mencegah gagal tumbuh (stunting).

Kedua, fase usia dini anak. Pemerintah telah menginisiasi program Pendidikan Anak Usia Dini- Holistik Integratif (PAUD-HI) yang memaksimalkan kemampuan kognitif anak (stimulasi psikologis, pola asuh yang tepat, pemberian makan yang tepat) termasuk pembiasaan pada nilai-nilai karakter yang baik.

“Fase ketiga ini kita namakan Wajib Belajar atau fase investasi sekolah melalui wajib belajar 12 tahun dan penguatan pendidikan karakter. Namun kita tahu, pencapaian wajib belajar 12 tahun ini masih terkendala dengan belum maksimalnya capaian Angka Partisipasi Kasar (APK) seperti yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024 di mana APK SMP/sederajat menjadi 95,43 persen tahun 2024 dan APK SMA 84,02%,” ungkapnya.

Fase keempat yaitu fase perguruan tinggi yang menargetkan peningkatan produktivitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM). Ini sangat dibutuhkan agar Indonesia siap menghadapi bonus demografi yang diprediksi akan terjadi pada 2030 mendatang.

Untuk mencapai target dimaksud, berbagai strategi telah dilakukan pemerintah, diantaranya, meningkatkan angka partisipasi pendidikan tinggi, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan tinggi, menguatkan mutu dosen dan tenaga kependidikan, serta meningkatkan sinergitas antara perguruan tinggi dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI).

Berikutnya, kelima, fase produktif ialah fase manusia memasuki dunia kerja, membangun keluarga berkualitas. Persoalannya, saat ini masih banyak tantangan yang dihadapi seperti minimnya serapan tenaga kerja akibat menuntut kompetensi yang tinggi termasuk kemampuan berbahasa inggris dan penguasaan IT.

“Pada fase ini, pemerintah juga memiliki PR besar yaitu menyiapkan generasi selanjutnya dalam membangun keluarga. Oleh karena itu, kita sudah mulai melakukan terobosan melalui pembekalan bagi calon pengantin (catin) lewat program bimbingan pranikah. Harapannya, upaya itu juga akan berdampak pada berkurangnya angka bayi berat lahir rendah (BBLR) yang berisiko stunting,” tandasnya.

Fase keenam atau yang terakhir yaitu fase lansia. Diharapkan, pada fase ini bisa diwujudkan lansia yang sehat, mandiri, aktif, dan bermartabat. Menurut mantan Mendikbud tersebut, hal itu bisa dimulai dengan gaya hidup sehat dan olahraga secara teratur sebagaimana anjuran pada program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).

Namun demikian, selain program GERMAS, kata Menko PMK, keenam fase SIKLUS PMK dikuatkan juga oleh program dukungan lainnya, yaitu: 1) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); 2) Bantuan Sosial (Bansos); 3) Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan; 4) Penanggulangan Bencana; 5) Disabilitas dan ke 6) GERMAS itu sendiri.

“Keenam program dukungan tersebut akan menguatkan dan mempercepat tercapainya target pembangunan bidang PMK. Dengan kolaborasi dan sinergi seluruh K/L, daerah, dan mitra pembangunan, saya yakin capaian pembangunan bidang PMK akan terus meningkat dan membawa Indonesia menjadi lebih maju ke depannya,” pungkas Menko PMK.

Pada kesempatan tersebut, Menko PMK didampingi Menkes, Mensos, Menag, MenPPPA, Menpora, Mendikbud, Mendes PDTT, Kepala BPOM, Kepala BNPB, Kepala BPJS Kesehatan, dan Kepala BPJS Ketenagakerjaan. (*)

Kontributor Foto:
Reporter: