Penguatan Budaya Melayani demi Pelayanan Publik Prima

Berdasarkan capaian Indeks Pelayanan Publik (IPP) 2021,presentase Kab/Kota dengan kategori Baik masih cukup kecil (43%). Diperlukan upaya terus menerus  untuk mendorong capaian IPP antara lain melalui penyediaan sarana dan prasarana Mal Pelayanan Publik serta sistem yang terintegrasi.

Era industri 4.0 dengan perubahan berbagai tatanan yang cepat menghendaki tersedianya pelayanan publik yang berkualitas, mudah diakses, dan cepat. Untuk itu, Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) melalui fokus Gerakan Indonesia Melayani diharapkan menjadi ujung tombak percepatan peningkatan pelayanan publik yang berkualitas yang dirasakan manfaatnya secara luas oleh masyarakat.

Untuk itu, perlu penguatan budaya kerja pelayanan publik yang ramah, cepat, efektif, efisien, dan terpercaya yang telah menjadi komitmen pemeritah sejak penerbitan UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK, Didik Suhardi dalam rapat koordinasi revolusi mental dalam tata kelola pemerintahan, Selasa (15/3).  Menurutnya, penguatan budaya melayani dapat dibentuk melalui perubahan mindset sumber daya manusia pelayanan publik. 

Pada tahun 2021, IPP  secara nasional mengalami penurunan. Dari tahun sebelumnya 3.84 menjadi 3.79. Hal ini disebabkan oleh pandemi covid-19 yang fluktuatif dan penambahan lokus evaluasi secara masif. Berdasarkan capaian IPP 2021, diketahui juga persentase Kab/Kota dengan IPP kategori Baik masih cukup kecil (43%).

“Untuk itu perlu adanya dorongan terhadap aspek-aspek dan atau faktor-faktor yang dapat dapat meningkatkan capaian IPP di tingkat Kab/Kota, “tutur Asisten Deputi Revolusi Mental, Katiman Kartowinomo. Ditegaskannya, perlu sekali adanya isu strategis dan berbagai upaya yang dilakukan Kementerian dan lembaga terkait dalam penyediaan sarana dan prasarana (sarpras) penunjang pelayanan publik, untuk mendukung peningkatan IPP.

Menurut Katiman, percepatan peningkatan pelayanan publik berkualitas dapat difokuskan di tingkat daerah (kab/kota), salah satunya melalui pembangunan sarpras terintegrasi melalui Mall Pelayanan Publik (MPP). 

“Tapi tak menampik juga penggalian faktor-faktor lain, mempengaruhi capaian IPP. Berkaca hasil IPP tingkat Provinsi   Kalimantan Barat dan Bangka Belitung masuk dalam kategori tinggi meskipun  belum memiliki MPP, “ujarnya seraya menambahkan bahwa kunjungan fisik MPP menurun karena adanya pandemi.  Namun data menunjukkan masyarakat menerima layanan secara digital meningkat trennya

Menjawab kenyataan itu, Asisten Deputi Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Jeffrey Erlan mengakui berbagai kendala di daerah yang mempengaruhi capaian IPP. “Banyak sekali faktor pengaruhnya. Untuk itu perlu membahas komitmen kepala daerah dan egosektoral, “ujar Jeffrey

Selain itu Jeffrey juga menyoroti Online Single Submission (OSS) atau sistem perizinan berusaha telah terintegrasi secara elektronik dari tingkat pusat hingga daerah sehingga masyarakat tidak perlu mengakses layanan via MPP. Namun harus diakui perlu banyak perbaikan sistem. Jefrrey berharap peningkatan koordinasi dan kolaborasi rutin berbagai pihak untuk menguatkan seluruh indikator IPP.

Masalah OSS juga menjadi hal yang perlu digarisbawahi oleh Asisten Deputi Investasi Bidang Jasa, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Farah Heliantara. Menurutnya  perlu kolaborasi berbagai pihak untuk memperbaiki sistem OSS dan operasionalisasi UU Cipta Kerja.

Penyediaan sarana dan prasarana bukan satu-satunya jawaban untuk peningkatan capaian IPP. Direktur Dekonsentrasi Tugas Pembantuan dan Kerjasama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Eka Prabawa menegaskan perlunya penguatan budaya dan mental melayani. Apalagi banyak daerah memiliki fiskal yang rendah, metoda hybrid atau ruang digital lebih selaras sebagai model pelayanan.

Mekanisme pelaporan dan pelaksanaan layanan yang terintegrasi dipandang Eka Prabawa lebih penting untuk meningkatkan efektifitas pelayanan. “Mekanisme pelaporan jangan menambah tupoksi pelaksana di lapangan. Itu yang penting bagaimana mekanisme pelaporan dan pelaksanaan bisa terintegrasi sehingga meningkatkan efektifitas, dan mendorong fokus daerah pada kualitas layanan, “tegasnya.

Hal ini diamini Didik Suhardi. Menurutnya perlu collaborative Governance dan penguatan integrasi sistem lebih kokoh dan inklusif.  “Untuk semua orang (bagi yang tidak bisa juga mengakses langsung secara fisik), termasuk sistem pelaporan, “terang Didik. Dengan sistem yang kokoh dan inklusif diharapkan akan ada penguatan budaya melayani dan mindset melayani dalam SDM Pelayanan Publik. 

Dalam rapat koordinasi ini disepakati  pentingnya penguatan literasi digital masyarakat untuk mengakses layanan MPP. MPP mengarah pada kesatuan sistem pelayanan publik yang terintegrasi. Sehingga erat kaitannya dengan dukungan pemerataan jaringan internet yang memadai dan literasi digital penyedia layanan maupun masyarakat pengguna. Oleh sebab itu, untuk mempercepat pembangunan MPP, dapat dipertimbangkan untuk mengembangkan berbagai pilihan model MPP, yaitu offline, online, dan hybrid yang dapat disesuaikan dengan karakter daerah.

Kontributor Foto:
Reporter: