KEMENKO PMK – Provinsi Sulawesi Barat merupakan salah satu lokus prioritas percepatan penurunan stunting. Prevalensi stunting yang masih tinggi membuat penanganan stunting di Sulawesi Barat menjadi salah satu prioritas. Berdasarkan data SSGI, pada tahun 2021 prevalensi stunting di Sulawesi Barat sebesar 33,8% dan pada tahun 2022 prevalensi stunting naik menjadi 35,0%.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Roadshow Kemenko PMK di 33 Provinsi dan 393 kabupaten/kota yang dihadiri 19 K/L serta memberikan dukungan penguatan kepada pemerintah daerah yang masih menemukan kendala di lapangan. Tujuan dari kegiatan evaluasi terpadu untuk memastikan pelaksanaan percepatan penurunan stunting di daerah, serta mengetahui implementasi kegiatan yang telah dilaksanakan pasca Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem tahun 2023.
Pada kegiatan evaluasi terpadu percepatan penurunan stunting, dari Kemenko PMK hadir secara langsung Staf Ahli Bidang Pembangunan berkelanjutan Agus Suprapto, Perwakilan Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah Ditjen Pembagunan Daerah Kemendagri Erliani Budi Lestari, Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat Muhammad Idris, serta tamu undangan lainnya.
Kegiatan ini diawali dengan kunjungan lapangan pada tanggal 25 Oktober 2023, terdapat tiga lokasi yaitu sebagai berikut : Posyandu Melati Desa Bonda kecamatan Papalang, SMP Negeri 1 Mamuju dan SMA Negeri 1 Mamuju, serta Sanitasi di Kelurahan Bebanga Kecamatan Kalukku. Staf Ahli Bidang Pembangunan berkelanjutan Agus Suprapto menyampaikan, kunjungan lapangan dimaksud untuk monitoring program penurunan stunting tingkat Desa.
“Desa Bonda ini masih ada beberapa permasalahan yang harus segera diatasi, karena masih banyak pernikahan dini dan anak yang lahir dengan jarak yang berdekatan. Terkait itu masih memerlukan penjelasan terus menerus oleh kepala Desa dan semua institusi untuk mengatasi permasalah itu”
Pernikahan dini memiliki dampak kesehatan dan dampak jangka panjang dari segi psikologis. Mentalitas remaja yang labil dapat memicu kekerasan dalam rumah tangga yang mengarah pada gangguan kesehatan mental. Perkawinan usia dini dapat menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak.
Agus menambahkan “Permasalahan lainnya adalah Posyandu Melati juga masih belum mempunyai alat antropometri yang terbaru. Padahal, seharusnya setiap posyandu harus memiliki alat antropometri yang memadai” Antropometri merupakan alat ukur yang berfungsi untuk pengukuran berat badan, panjang, tinggi badan, lingkar lengan atas dan lingkar kepala.
Rangakaian kegiatan esoknya 26 Oktober 2023, kegiatan evaluasi terpadu dilanjutkan dengan pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan secara luring di Graha Sandeq Kompleks Kantor Gubernur Sulawesi Barat. Pada pertemuan ini disampaikan progress capaian tindak lanjut paska roadshow dan pendampingan terpadu serta penyampaikan kendala dan hambatan di Kabupaten/Kota oleh Sekda provinsi Sulawesi Barat Muhammad Idris.
Idris menyampaikan “Ini menjadi pekerjaan terbesar di Sulbar bagaimana percepatan penurunan stunting, namun Provinsi Sulbar terus berkomitmen untuk menurunkan stunting mulai dari level nasional sampai level daerah”
Sehingga melalui FGD yang digelar pemerintah ingin menggali penyebab utama stunting di Provinsi Sulawesi Barat dan bagaimana intervensi kebijakan yang telah dilakukan, karena sampai saat ini posisi Sulawesi Barat belum bergeser dari posisi dua dengan angka stunting tertinggi sesuai data SSGI tahun 2022 35,0%.
Lebih lanjut, menurut Idris “Secara Kebijakan Pemprov Sulbar sudah melakukan kerja sama dengan Polda sebagai bentuk usaha untuk melakukan percepatan penurunan stunting, termasuk melibatkan OPD melakukan intervensi dua kecamatan, Kita juga mendorong kepala sekolah mengambil inisiatif, begitu juga pelibatan Posyandu”
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dalam menekan angka stunting, salah satunya adalah mencanangkan program penanganan empat plus satu masalah Sulbar dan APBD difokuskan untuk penanganan stunting.
Sambutan dan arahan juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Bangda yang diwakili oleh Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III, Ditjen Bina Bangda Erliani Budi Lestari mengatakan Provinsi Sulbar menjadi tujuan utama dalam melakukan penurunan stunting, sebab provinsi Sulbar menjadi salah satu prioritas yang harus dilakukan percepatan penurunan stunting dari 12 provinsi yang menjadi prioritas.
“Penting sekali kami berkunjung, karena ada kenaikan prevelensi stunting di Sulbar dari Provinsi Kaltim yaitu sebesar 1,2% “ ujarnya.
Permasalah lainnya di Provinsi Sulawesi Barat yaitu anak tidak sekolah. Sulawesi Barat tercatat terdapat 41 ribu anak tidak sekolah, dan hal tersebut menjadi penyebab tingginya angka pernikahan dini. Perlu ada akselerasi dan percepatan delapan aksi konvergensi penurunan stunting.
Dalam kegiatan FGD seluruh OPD Provinsi Sulawesi Barat antusias dalam berdiskusi, menyampaikan kendala penanganan stunting, masalah yang dihadapi pada para narasumber. Kemudian dari kegiatan didapatkan hasil rekomendasi evaluasi kebijakan penanganam stunting untuk para OPD yang mencakup penanganan tata kelola seperti : (regulasi pengoptimalan penggunaan APBDes, memfasilitasi pemanfaatan data antar OPD, mempercepat pelaksanaan 8 aksi konvergensi, meningkatkan dukungan melalui CSR), aspek tindakan intervensi gizi spesifik seperti : (mempercepat distribusi antropometri, kampanya pemberian TTD pada remaja putri di sekolah, inovasi untuk meningkatkan kunjungan ke Posyandu, integrasi PMK Lokal, dan pelatihan pada kader penggunaan antropometeri) dan intervensi Gizi sensitif seperti : (perbaikan sistem Elsimil, penguatan kader malalui lokmin untuk Elsimil, penguatan KPM untuk eHDW, perbaikan pengelolaan instalalsi air minum dan sanitasi). Para OPD kemudian menyetujui dan akan menindaklanjuti hasil evaluasi yang akan dilaksanakan untuk mempercepat penanganan stunting