KEMENKO PMK -- Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito menjelaskan, permasalahan literasi menjadi isu yang penting dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Maka dari itu, Warsito menerangkan, perlu dilakukan penguatan ekosistem literasi khususnya dalam ekosistem perbukuan di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Warsito dalam Diskusi Kelompok Terpumpun Pengembangan Ekosistem Perbukuan yang Sehat Untuk Pembudayaan Literasi dan Pembangunan Karakter Bangsa, di Hotel Harris Suites fX Sudirman Jakarta, pada Kamis (25/7/2024).
Deputi Warsito menyampaikan, untuk meningkatkan ekosistem literasi perbukuan tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri. Melainkan butuh dukungan multi sektor semua pihak. Mulai dari pemerintah, pemerintah daerah, sektor swasta, industri penerbitan, penulis, dan masyarakat sipil.
"Berbicara ekosistem ini dari hulu hingga hilir harus kita rajut betul. Kami dari Kemenko PMK akan mendukung terkait peningkatan ekosistem perbukuan dari hulu hingga hilir," jelasnya.
Praktik penyelenggaraan ekosistem perbukuan di Indonesia telah ada sejak zaman sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Terbentuknya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan menandakan hadirnya perhatian Pemerintah terhadap eksistensi praktik dan industri perbukuan serta harapan akan hadirnya tata kelola perbukuan nasional yang sistematis dan menyeluruh.
Selain itu, sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan menyatakan bahwa pengembangan ekosistem perbukuan yang sehat untuk menghasilkan buku umum yang bermutu merupakan tugas dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Warsito mengutip adagium yang menyatakan bahwa “buku adalah jendela dunia” mengandung arti dengan membaca buku akan membuka dan memperluas wawasan seseorang tanpa perlu melakukan perjalanan.
Dia menjelaskan, ada 3 hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan ekosistem literasi perbukuan dari hulu hingga hilir. Pertama mensosialisasikan pentingnya literasi sejak dini, kedua meningkatkan komponen sumber bacaan yang baik, ketiga regulasi kebijakan yang baik.
"Dengan tiga hal ini menjadi komitmen kita menjadikan kebiasaan membaca naik derajatnya menjadi budaya membaca," ujarnya.
Di tahun 2022, Kemenko PMK telah melaksanakan rakor tentang pelaku perbukuan dimana salah satu hasilnya adalah perlunya peran yang kongkrit antar pemangku kepentingan dalam penyediaan buku bermutu, murah, dan merata serta dukungan kebijakan Pemerintah terhadap penumbuhkembangan industri perbukuan di Indonesia.
Sebelumnya di tahun 2021, Kemenko PMK juga telah menyusun Naskah Akademik Peta Jalan Pembudayaan Literasi dimana fokus kebijakan pembudayaan literasi dilakukan di keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
“Kebijakan pembudayaan literasi perlu diterapkan di daerah untuk memunculkan multiplier effect terhadap penumbuhkembangan industri perbukuan lokal yang nantinya dapat menyediakan bahan bacaan secara merata sesuai penjenjangan umur bagi masyarakat,” ujar Warsito.
Dalam kesempatan itu hadir Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek Anindito Aditiomo, Direktur Utama PT Balai Pustaka Achmad Fachroji, Pemimpin Redaksi Perpusnas Press Edi Wiyono, Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Arys Hilman Hidayat, Perwakilan Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Perwakilan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Kemenparekraf, Kemendagri, Setkab, Perwakilan Penerbit dari Republika, Gramedia Pustaka Utama, Komunitas Penulis dari Perkumpulan Penulis Indonesia ALINEA, Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia (PENPRO), Kelompok Ilustrator Buku Anak (KELIR), Forum Penulis Bacaan Anak (Paberland).
Di kesempatan itu, Warsito meminta setiap perwakilan menjelaskan masalah-masalah yang dihadapi dalam pengembangan buku, bagi penulis, penerbit, dari sisi regulasi kebijakan, pandangan dari pemerintah daerah, kementerian lembaga, dan sebagainya.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek Anindito Aditiomo menerangkan bahwa untuk meningkatkan ekosistem literasi perbukuan pemerintah sudah memiliki dasar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Selain itu mendatang akan ada regulasi-regulasi menyusul dalam mendukung ekosistem perbukuan.
Lebih lanjut, Anindito menyampaikan bahwa untuk meningkatkan ekosistem literasi pemerintah sudah memiliki Kurikulum Merdeka yang mana menekankan pada fleksibilitas, termasuk di daerah dengan akses fasilitas terbatas untuk menerapkan pembelajaran terdiferensiasi khususnya dalam literasi membaca.
Selain itu, masukan didapat dari masing-masing pihak penerbit, penulis, menyampaikan beberapa kendala. Di antaranya mengenai penerbitan buku yang memiliki biaya lebih mahal. Kemudian dari pihak penulis yang memerlukan dukungan lebih banyak dari pemerintah, dan juga untuk pihak penerbit buku perlu dukungan dalam melakukan pameran dan penjualan buku.
Diharapkan pemerintah daerah juga perlu memiliki regulasi yang penting dalam mendukung ekosistem perbukuan dan literasi di daerahnya.
"Kami berharap pertemuan ini dapat memberikan masukan kepada kita semua tentang situasi dan kondisi sistem perbukuan di Indonesia dan makin menguatkan komitmen kita untuk bangkit meningkatkan perekonomian nasional melalui peran industri perbukuan," ungkap Warsito.