KEMENKO PMK -- Di era globalisasi, perdagangan saat ini berbagai produk olahan dari luar negeri begitu mudah masuk ke Indonesia, dimana produk yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya. Jaminan kehalalan produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, maupun barang gunaan lainnya menjadi sangat penting, khususnya bagi umat Islam.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito menyampaikan, pemerintah berkomitmen memberikan jaminan kepada warga negara untuk beribadah dan menjalankan ajarannya termasuk negara berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat.
Menurutnya, komitmen ini telah terimplementasikan melalui Undang-Undang No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Hal ini disampaikan Deputi Warsito melalui daring pada acara Seminar Nasional Halal Toyyib yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rabu (6/9/2023).
”Ini menjadi suatu hal yang penting dan implementasinya akan terus kita kawal sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan kepastian ketersediaan produk halal," ujarnya.
Dalam Seminar Nasional Halal Toyyiban juga hadir Direktur Utama LPH-KHT PP Muhammadiyah Prof. Dr. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen dan Kapus Studi Penelitian dan Pengembangan Produk Halal UMM Prof. Dr. Ir. Elfi Anis Sa’ati, M.P
Lebih lanjut, Warsito mengatakan regulasi jaminan produk halal dapat berperan untuk meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan industri produk halal, mendorong terbangunnya struktur ekonomi produk halal dan sebagai pedoman bagi masyarakat dalam membangun industri produk halal.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim 87%, masih menempati peringkat 10 dalam produksi makanan halal, akan tetapi menempati peringkat pertama dalam konsumen produk makanan halal. kendala internal dan eksternal juga menjadi tantangan tersendiri bagi insdutri halal seperti minimnya pelaku industri halal yang melakukan sertifikasi halal untuk mengembangkan badan usaha atau produknya.
"Industri halal era 4.0 begitu dekat dengan teknologi dan internet sehingga tantangan dalam industri halal adalah kualitas sumber daya manusia yang dapat memahami industri halal sekaligus industri 4.0,” ujar Warsito.
Deputi Warsito menyampaikan, kebutuhan masyarakat terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan industri global. Termasuk juga tantangan dalam memastikan kehalalan produk konsumsi dan kebutuhan masyarakat.
Beberapa tantangan juga diungkapkan oleh Deputi Warsito bahwa di negara mayoritas muslim seperti Indonesia, tentu idealnya penjaminan halal dapat diatasi dengan prioritas di hulu, sehingga labelisasi justru produk yang tidak halal. Deputi Warsito juga menambahkan banyaknya E-commerce dengan jual beli lintas negara, tentu pemerintah harus hadir memberi jaminan produk yang masuk dari luar adalah halal.
Maka dari itu, Warsito berharap perguruan tinggi bisa menjawab tantangan tersebut dan ikut serta dalam berkontribusi menjamin kehalalan produk konsumsi melalui riset dan studi yang bermanfaat sebagai rujukan dalam pembuatan kebijakan.
"Perguruan tinggi perlu bertransformasi untuk menjawab kebutuhan perubahan tersebut. Pemerintah mengharapkan Universitas Muhammadiyah Malang khususnya Pusat Studi Penelitian dan Pengembangan Produk Halal dapat terus berkontribusi dalam mengembangkan dan menerapkan hasil-hasil riset terkait produk halal sehingga bermanfaat bagi masyarakat," pesan Deputi Warsito.