Kemenko PMK Kawal Rencana Penanggulangan Bencana di NTB

MATARAM (17/6) – Beberapa daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai memasuki puncak musim kemarau. Terpantau beberapa wilayah telah mengalami hari tanpa hujan (HTH) bervariasi mulai dari kategori sangat pendek atau 1-5 hari hingga kekeringan ekstrem di atas 60 hari tanpa hujan.

 

Secara umum peringatan dini kekeringan di NTB sudah memasuki kategori siaga dan sebagian kecil wilayah masuk kategori awas dan waspada. Puncak musim kemarau 2021 diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus 2021 untuk seluruh wilayah NTB.

 

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) memandang perlu koordinasi antara organisasi perangkat daerah serta kementerian dan lembaga terkait untuk merencanakan langkah-langkah antisipasi bencana yang tepat selama musim kemarau.

 

Sebagaimana disampaikan dalam Rapat Koordinasi Kesiapsiagaan Kekeringan dan Implementasi Rencana Penanggulangan Bencana di Kantor Gubernur NTB, Kamis (17/6).

 

Rapat koordinasi yang dibuka oleh Sekda Provinsi NTB Lalu Gita Ariadi itu dimaksukan agar bencana kekeringan dapat menjadi prioritas baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah karena sangat berdampak pada produktifitas ekonomi masyarakat.

 

Tim Kedeputian Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana (PPWPB) Kemenko PMK dalam rapat juga berdiskusi dengan Stasiun Iklim BMKG Lombok, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB, BPBD Kabupaten/Kota se-Pulau Lombok, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, dan Dinas Kehutanan.

 

Kepala BPBD Provinsi NTB Zainal Abidin memaparkan terdapat banyak faktor lain yang memengaruhi kekeringan di NTB selain faktor iklim atau hirometeorologis, yaitu faktor geomorfologis yang juga dipengaruhi keberadaan patahan Sesar Lombok, faktor litologis, dan faktor agrikultur.

 

Khusus untuk sektor pertanian, diharapkan para petani dapat memitigasi kekeringan dengan disiplin menanam jenis tanaman yang disarankan sesuai informasi iklim. Usaha pertanian juga harus dijaga agar tidak mengakibatkan alih fungsi lahan dan perambahan hutan. Komunitas masyarakat pun diharapkan ikut menjaga mata air di wilayahnya.

 

Rencana aksi mitigasi kekeringan jangka pendek di NTB saat ini adalah pendistribusian air bersih dengan melibatkan stakeholder terkait dan kelompok masyarakat, dan pembuatan sumur bor dalam maupun dangkal. Sedangkan untuk rencana aksi mitigasi kekeringan jangka panjang dilakukan melalui perlindungan mata air, perlindungan daerah resapan, sistem pemanenan air hujan, dan mitigasi struktural. Terdapat lebih dari seribu orang Taruna Siaga Bencana (Tagana) di Pulau Lombok yang siap bekerja sama aktif dengan BPBD dalam upaya mitigasi kekeringan.

 

“Dari diskusi ini, dapat kami simpulkan bahwa penting agar informasi iklim dimasukan ke dalam perencanaan daerah secara komprehensif. Diperlukan juga updating Rencana Penanggulangan Bencana NTB karena wilayah yang berisiko kekeringan makin meluas,” tutur Ivan Syamsurizal selaku Sekretaris Deputi PPWPB Kemenko PMK seraya menutup rapat.

 

“Jika persoalan berada di ranah pemerintah pusat, kami siap berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait," pungkas Ivan.

Kontributor Foto:
Reporter: