Pemerintah Urus Desa Bermasalah di Konawe Agar Terima Dana Desa

Jakarta (12/10) -- Penyaluran dana desa di 52 desa hasil pemekaran di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara masih menghadapi masalah. Bahkan, desa-desa tersebut dituding sebagai desa fiktif dan aliran dana desa di sana dihentikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Kemenko PMK Dody Usodo HGS menyampaikan bahwa 52 desa tersebut benar keberadaanya dan belum menerima dana desa tahun 2020. Akibat dari terhentinya aliran dana desa, di sana belum membentuk desa tanggap Covid serta belum menyalurkan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD). 

Hal tersebut di sampaikannya saat memimpin rapat koordinasi tingkat eselon 1 bersama perwakilan Kemenkeu, Kemendagri, Kemendes PDTT, Setkab, Bappenas, BPKP, dan TNP2K, secara luring di Kantor Kemenko PMK, dan daring via zoom, pada Senin (12/10).

"Saya yakin tidak ada tujuan untuk memanipulasi untuk mendapatkan bantuan dana desa. Tapi karena kurang lengkapnya administrasi sebagai dokumen legal yang memiliki kekuatan hukum, sehingga itu dianggap desa ini bermasalah," ujarnya.

Menurut Deputi Dody, permasalahan tersebut bila tak segera diselesaikan, maka kemungkinan akan muncul gejolak di tengah masyarakat desa. Dody memaparkan, kebutuhan akan dana desa terkait upaya penanganan/pencegahan Covid-19 serta BLT DD di 52 desa tersebut sangat diperlukan. Diperkirakan dana desa yang dibutuhkan untuk 52 desa sebesar Rp. 38,5 Milyar. 

"Apabila tidak dicairkannya dana desa terhadap 52 desa tersebut, maka ditakutkan akan terjadi potensi tindakan-tindakan yang meresahkan hingga kerusuhan di masyarakat," ucapnya.

Dalam rapat, didapatkan bahwa permasalahan tidak digulirkan dana desa oleh Kemenkeu lebih terkait pada permasalahan administrasi dan kejelasan status hukum desa oleh Kemendagri. 
Sehingga, Dody meminta kepada pihak terkait yakni Kemenkeu dan Kemendagri untuk duduk bersama menyelesaikan permasalahan kejelasan hukum agar permasalahan desa-desa tersebut bisa segera mendapatkan dana desa.

"Kementerian Keuangan memerlukan kepastian tentang dasar hukum desa yang tentunya tidak cacat hukum. Kita harus sama-sama memahami bahwa ini bukan desa baru. Biro hukum Kemenkeu dan Kemendagri harus bisa segera membahas bersama dan menyampaikan setiap perspektif. Sehingga diketahui mana yang lebih tepat secara hukum atau membantu secara hukum," pungkasnya.

Perwakilan Kementerian Keuangan Adriyanto mengusulkan agar tingkat eselon 2 dan eselon 3 biro hukum masing-masing Kemenkeu dan Kemendagri agar segera bertemu untuk membahas wahana hukum dalam permendagri yang akan dikeluarkan. 

"Jangan sampai terjadi penafsiran yang berbeda ketika Permendagrinya keluar. Paling tidak kita bisa bahas duluan," ucapnya.

Terkait pertemuan ini, Dody meminta kedepannya dilakukan kembali pertemuan lanjutan tingkat eselon 1 agar permasalahan dana desa di 52 desa di Kabupaten Konawe ini segera bisa diselesaikan. (*)

Kontributor Foto:
Editor :
Reporter: