DEPOK (31/5) -- Pemuda merupakan bagian terpenting dari sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Berdasarkan data Statistik Pemuda Indonesia oleh BPS 2020, jumlah pemuda di Indonesia (usia 16-30 tahun) mencapai 64,50 juta penduduk. Jumlah itu sebesar 23,86 persen dari total penduduk Indonesia, yakni 270 juta jiwa.
Pemuda merupakan seperempat dari total penduduk Indonesia. Artinya, pemuda memegang peranan strategis dalam pembangunan SDM di masa yang akan datang.
Namun, sampai saat ini, pemuda masih menghadapi tantangan serius yang dapat menghancurkan masa depan mereka, yakni perilaku seksual berisiko seperti seks pranikah, prostitusi dan lainnya. Apabila sudah mengenal perilaku berisiko itu, pemuda akan rentan terinfeksi HIV/AIDS.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri mengatakan bahwa perilaku seksual berisiko pada pemuda perlu mendapatkan perhatian khusus.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 (dilakukan per 5 tahun) mengungkapkan, sekitar 2% remaja wanita usia 15-24 tahun dan 8% remaja pria di usia yang sama mengaku telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan 11% diantaranya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Di antara wanita dan pria yang telah melakukan hubungan seksual pra nikah 59% wanita dan 74% pria melaporkan mulai berhubungan seksual pertama kali pada umur 15-19 tahun.
Kondisi tersebut, menurut Femmy, sangat memprihatinkan untuk masa depan pemuda sebagai generasi penerus bangsa. Karena itu, Deputi Femmy mengatakan, sangat penting dilakukan pencegahan bagi pemuda agar tidak melakukan perilaku berisiko itu.
Hal itu disampaikannya saat memberikan arahan pada Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Kebijakan Program pencegahan Perilaku Seksual Berisiko HIV/AIDS, DI Hotel Bumi Wiyata Depok, pada Senin (31/5).
"Pencegahan bisa dilakukan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga yang membidangi urusan pemuda. Kemendikbud bisa memberikan sosialisasi pada pemuda dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. BKKBN yang berkaitan dengan keluarga juga mesti punya program sosialisasi terkait bahaya perilaku berisiko dan bahaya HIV/AIDS. Kemenpora juga harus punya program untuk mencegah perilaku berisiko pada pemuda," jelas Deputi Femmy.
Deputi Femmy meminta agar kementerian dan lembaga terkait bisa memfokuskan program-programnya untuk mencegah perilaku berisiko pada pemuda sampai pelosok sekalipun.
"Menurut saya ini harus kelihatan betul fokus. Jangan kemana-mana. Yang penting adalah pencegahannya. Saya khawatir angkanya ini akan meningkat karena sekarang ada pandemi Covid-19 dan sebagainya. Dan juga banyak perilaku berisiko di kalangan pemuda misalnya dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi," ungkapnya.
Selain oleh pemerintah melalui kementerian dan lembaga, Femmy juga meminta organisasi non pemerintah yang berkaitan dengan kepemudaan ikut berkontribusi dalam pencegahan perilaku berisiko pada pemuda.
"Nantinya kita akan buat rancangan khusus untuk rencana kerja nyata kita yang akan dilaporkan kepada Bapak Menko PMK," pungkasnya.
Sebagai informasi, Rapat Koordinasi ini dipimpin oleh Plh Asdep Pemberdayaan Pemuda Roos Diana Iskandar dan dihadiri oleh Asdep Pemberdayaan Pemuda Yohan, dan dihadiri secara fisik dan daring oleh perwakilan BKKBN, perwakilan Kementerian Kesehatan, Kemendikbud, Kemenpora, dan perwakilan organisasi pemuda. (*)