Jakarta (4/7) -- Kunci keberhasilan pendidikan tidak hanya bertumpu pada sosok guru sebagai pengajar, tetapi juga kesesuaian antara bidang ilmu atau keterampilan yang diampu saat menempuh pendidikan khususnya di SMA/SMK dengan saat di perguruan tinggi.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menilai belum ada kesesuaian yang menghubungkan antara dua jenjang pendidikan tersebut. Perguruan tinggi masih memberikan kebebasan calon mahasiswa untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan saat di sekolah.
"Akhirnya banyak siswa jurusan IPA yang memilih jurusan sosial sehingga terjadi pada jurusan tersebut. Padahal, jurusan science itu sebetulnya banyak sekali dibutuhkan di dunia kerja dan dunia industri tapi malah jadi tidak berjalan baik," ujarnya saat menjadi narasumber Konferensi Forum Rektor Indonesia yang digelar secara virtual, Sabtu (4/7).
Muhadjir menjelaskan bahwa pemerintah pada dasarnya sudah membuat kebijakan 3:1 untuk perbandingan jurusan di SMA. Artinya 3 untuk IPA, 1 untuk IPS dan Bahasa. Hal tersebut mengikuti arahan Presiden untuk menyiapkan tenaga kerja yang produktif sesuai kebutuhan.
"Namun sayang, aturan yang sudah bagus itu tidak ditindaklanjuti di perguruan tinggi. Saya berharap ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Forum Rektor Indonesia agar mendesain dengan baik agar angkatan kerja kita bisa tumbuh dan kompetitif dan link and match dengan industri maupun non-industri," tuturnya.
Mantan Mendikbud itu menambahkan, di era merdeka belajar seperti sekarang perguruan tinggi juga harus memiliki karakter atau identitas yang jelas. Pembangunan manusia dan kebudayaan Indonesia sejatinya dimulai dari pendidikan yang berkarakter guna menghasilkan generasi penerus yang berkualitas.
Pada kesempatan tersebut, Menko PMK Muhadjir juga memaparkan tentang siklus kehidupan manusia. Sesuai visi misi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, dari sembilan misi ada tiga yang menjadi tupoksi Kemenko PMK yaitu terkait peningkatan kualitas manusia Indonesia, pembangunan yang merata dan berkeadilan, serta pemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa.
Presiden Jokowi saat membuka Konferensi Forum Rektor itu menekankan perguruan tinggi harus mampu membangun karakter mahasiswa yang hati dan pikirannya merah putih untuk Indonesia, yang berakhlak mulia, yang mental baja dan memegang teguh Pancasila.
"Suasana kampus harus memperkokoh rasa kebangsaan, menghargai kebhinekaan dalam persaudaraan dan persatuan. Berintegritas tinggi dan anti korupsi serta penuh toleransi dan menghargai demokrasi," kata Presiden.
Tak kalah penting, ungkap Presiden, masa pandemi Covid-19 telah membawa banyak perubahan termasuk di dunia pendidikan. Kuliah daring yang selama ini sangat lamban dijalankan kini sudah sangat berkembang pesat.
"Kuiah daring sudah menjadi new normal, bahkan next menjadi normal. Saya yakin akan tumbuh normalitas-normalitas baru yang lebih inovatif dan produktif," sebutnya.
Menuju satu abad Indonesia di 2045, Kepala Negara turut mengajak stakeholder perguruan tinggi untuk bersama-sama mencetak sejarah dan membuktikan Indonesia mampu menjadi negara berpenghasilan tinggi yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Semua itu harus kita lakukan dengan cepat dan sangat segera. Mari kita manfaatkan bonus demografi sekarang ini untuk mencetak generasi muda yang unggul, untuk membangun Indonesia Maju," pungkas orang nomor satu di Tanah Air.