Jakarta, 1 Oktober 2025 – Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, melakukan audiensi dengan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (Dirjen Vokasi) Kemendikdasmen, Tatang Muttaqin. Pertemuan ini menjadi langkah penting dalam memperkuat komitmen bersama mewujudkan kesetaraan komunikasi bagi penyandang disabilitas tuli melalui salah satu Flagship Kemenko PMK yaitu Selaras Bahasa Isyarat.
Dalam kesempatan ini, Deputi Lisa menegaskan bahwa bahasa isyarat bukan sekadar alat komunikasi, melainkan identitas budaya komunitas tuli. “Bahasa isyarat adalah hak komunikasi yang dijamin oleh undang-undang, sekaligus bagian dari identitas budaya teman-teman tuli. Negara harus hadir untuk menjamin hak ini melalui kebijakan yang jelas, konsisten, dan inklusif,” ujar Lisa.
Lebih lanjut, ia menyoroti realitas di lapangan bahwa mayoritas (91%) penyandang tuli di Indonesia menggunakan bahasa isyarat dalam kehidupan sehari-hari yang berbeda dengan bahasa isyarat yang diajarkan para guru di sekolah-sekolah formal. “Kita tidak bisa menutup mata bahwa ada gap komunikasi antara guru dan murid, juga antara layanan publik dengan masyarakat tuli. Inilah yang harus kita jawab melalui strategi nasional yang lebih terarah,” jelas Lisa.
Deputi Lisa juga menekankan pentingnya memperhatikan ketersediaan tenaga juru bahasa isyarat bersertifikat. “Saat ini Indonesia hanya memiliki sekitar 500 JBI, padahal jumlah penyandang tuli mencapai 1,92 juta jiwa. Rasio kita masih 1 JBI untuk 3.840 penyandang tuli, jauh dari rekomendasi WHO yaitu 1:100. Ini tantangan besar yang perlu kita jawab bersama. Karena itu, peningkatan jumlah dan kompetensi JBI harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Sementara itu, Dirjen Vokasi Kemendikdasmen, Tatang Muttaqin, menyambut baik langkah yang diinisiasi Kemenko PMK. “Kami menyambut baik upaya Kemenko PMK untuk bergerak menuju Selaras Bahasa Isyarat. Memang hal ini tidak mudah, ditengah dinamika penggunaan bahasa isyarat dimasyarakat yang saat ini kita hadapi, namun mari kita berjalan bersama melakukan apa yang bisa kita lakukan dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan solusi terbaik bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat penyandang tuli,” ujarnya.
Dirjen Tatang juga menekankan pentingnya keterlibatan multipihak. “Salah satunya adalah melibatkan dan memberi peran semua pihak yang berkepentingan dalam penggunaan bahasa isyarat ini, baik di layanan publik maupun pada kegiatan-kegiatan tertentu. Dengan begitu, ekosistem bahasa isyarat akan semakin hidup dan berdaya,”tambahnya.
Pada pertemuan tersebut beberapa masalah utama teridentifikasi, di antaranya minimnya guru yang menguasai bahasa isyarat, rendahnya akses publik untuk belajar bahasa isyarat, serta ketiadaan standar nasional yang menimbulkan kebingungan di layanan publik maupun pendidikan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, kedua pihak sepakat mendorong pengembangan ekosistem bahasa isyarat nasional, seperti kebutuhan regulasi, peningkatan kapasitas guru dan ASN, serta percepatan sertifikasi JBI dengan standar honorarium yang layak.
Target jangka pendek dari hasil audiensi ini adalah penyusunan Memorandum of Understanding (MoU) antar pemangku kepentingan, melibatkan dan memberikan peran yang adil para pihak yang berkepentingan dalam penguunaan bahasa isyarat pada layanan publik dan berbagai kegiatan tertentu, serta melakukan kajian mendalam dengan melibatkan berbagai pihak yang nantinya akan menjadi landasan pengembangan bahasa isyarat nasional yang lebih inklusif.
Sebagai penutup, Deputi Lisa menyampaikan harapannya agar hasil audiensi ini tidak hanya berhenti pada tataran wacana. “Kita ingin langkah nyata. Selaras Bahasa Isyarat bukan hanya proyek, tapi sebuah gerakan untuk memastikan tidak ada lagi hambatan komunikasi bagi saudara-saudara kita tuli. Kita ingin Indonesia benar-benar menjadi rumah yang setara bagi semua,” pungkasnya.