Hadapi Krisis Karakter Gen Z dan Alpha, Kemenko PMK Dorong Regulasi Penguatan Karakter Terpadu

KEMENKO PMK — Kemenko PMK mulai mematangkan penyusunan regulasi nasional penguatan karakter sebagai salah satu langkah strategis merespons meningkatnya kasus kekerasan, perundungan, intoleransi, adiksi digital, serta degradasi moral yang melibatkan anak dan remaja. Langkah ini dibahas dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Penyiapan Regulasi Penguatan Ekosistem Pembangunan Karakter yang diselenggarakan di Kantor Kemenko PMK, pada Kamis, (4/12/2025).

Rakor menghadirkan kementerian/lembaga strategis seperti KPK, Kemendikdasmen, Kemendiktisainstek, Kemenag, Kemenkomdigi, Kemendagri, Kemenbud, Kemensos, Kemendukbangga/BKKBN, BPIP, KemenPPPA, Kemenpora, dan Bappenas. Kehadiran lintas sektor ini menggambarkan bahwa isu karakter kini telah menjadi agenda kebijakan nasional, bukan sekadar persoalan pendidikan atau keluarga semata.

Krisis Karakter

Dalam pembukaan rakor, Deputi Bidang Koordinasi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa Kemenko PMK, Warsito, menegaskan bahwa Indonesia mengalami persoalan krisis karakter yang harus menjadi perhatian Bersama. Pembinaan karakter, terutama bagi Gen Z dan Gen Alpha, dua generasi yang akan menjadi tulang punggung kepemimpinan nasional pada dua dekade mendatang harus dilakukan terpadu dan tak bisa ditunda.

Ia menjelaskan bahwa berbagai kejadian seperti meningkatnya kekerasan pelajar, perundungan ekstrem, pelecehan, penyalahgunaan narkoba, hingga paparan konten negatif dan radikal di ruang digital, menunjukkan bahwa sistem pembinaan karakter saat ini belum terintegrasi kuat. 

“Akar persoalan karakter tidak bisa lagi ditangani parsial. Ia harus mulai dibenahi dari lima ekosistem: keluarga (rumah), satuan Pendidikan, masyarakat, lingkungan ibadah, hingga ruang digital,” tegas Warsito.

Warsito menekankan bahwa pemerintah perlu bergerak cepat membangun sistem penguatan karakter yang lebih solid, komprehensif, dan mampu menyentuh akar masalah, bukan sekadar merespons gejala permukaan.

Lima Ekosistem yang Saling Terhubung

Dalam sesi pemaparan substansi, Warsito menjelaskan bahwa persoalan karakter tidak dapat dipandang sebagai isu sektoral. Ada lima ekosistem penentu yang membentuk karakter generasi muda: keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, lingkungan ibadah, dan ruang digital.

Masalah-masalah seperti pola asuh yang melemah, minimnya keteladanan orang tua, tingginya tekanan akademik, lunturnya budaya komunal, hingga paparan konten digital berbahaya terbukti saling berkelindan dan tidak bisa diselesaikan hanya oleh satu aktor. Karena itulah, diperlukan intervensi yang tidak hanya menyasar satu ekosistem, tetapi menghubungkan seluruhnya secara sistemik.

Kemenko PMK menyoroti bahwa berbagai program yang telah berjalan selama ini masih terfragmentasi. Setiap kementerian menjalankan program sesuai mandatnya masing-masing, tanpa ada kesatuan arah, standar, atau target lintas ekosistem.

Regulasi Nasional sebagai Solusi Orkestrasi Bersama

Rakor menyimpulkan bahwa Indonesia membutuhkan regulasi baru berskala nasional yang akan menjadi payung kebijakan terpadu. Kebijakan ini dirancang untuk menyatukan arah, standar layanan karakter, mekanisme koordinasi lintas sektor, hingga memastikan pembangunan karakter berjalan komprehensif dari pusat hingga daerah.

Warsito menjelaskan bahwa regulasi tersebut akan memuat norma, nilai dasar, standar intervensi minimal, pembagian peran K/L, mekanisme harmonisasi, hingga model tata kelola kolaboratif yang tidak hanya mengandalkan sekolah, tetapi juga keluarga, komunitas, tokoh agama, pemerintah daerah, media, dan platform digital.

“Regulasi ini bukan sekadar aturan teknis. Ini fondasi nasional untuk memastikan generasi Indonesia tumbuh dengan karakter kuat, empati tinggi, dan ketahanan moral yang relevan dan adaptif dengan tantangan zaman (future challanges),” ujar Warsito.

Pandangan K/L: Tidak Ada Lagi Ruang Bekerja Sendiri-Sendiri

Sementara itu, sejumlah perwakilan kementerian/lembaga menyampaikan pandangan yang mempertegas urgensi regulasi terpadu ini. Dian Novianthi, Direktur Jejaring Pendidikan KPK menyampaikan bahwa Indonesia sudah meratifikasi United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dari PBB yang menempatkan Pendidikan sebagai salah satu pendekatan untuk membangun partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Namun dirasa masih ada kekosongan hukum untuk dapat mengimplementasikan Pendidikan anti korupsi.

“Dalam UNCAC terdapat pasal pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, peningkatan kesadaran publik terhadap bahaya korupsi, dan pelaksanaan Pendidikan publik termasuk dalam kurikulum sekolah dan universitas. Dalam hal Pendidikan anti korupsi kita masih mengacu pada Perpres 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter,” jelasnya.

Sejalan dengan pentingnya penguatan ekosistem pembangunan karakter, Deputi Bidang Pelayanan Kepemudaan, Kemenpora, Yohan, menjelaskan bahwa Kemenpora akan terlibat di dalam ekosistem masyarakat dan hal ini selaras dengan fokus Menpora.

“Tugas Menpora mengawal amanat Presiden agar pembangunan kepemudaan diarahkan kepada penguatan karakter. Kami akan melakukan perubahan besar mengarahkan program kepemudaan menuju penguatan karakter. Ada dua program utama yang dikembangkan yaitu pengembangan nilai-nilai bela negara, dan pengembangan program penguatan karakter pemuda,” jelas Yohan.

Diskusi dalam rakor menghasilkan pemahaman bersama mengenai arah regulasi yang akan disusun. Kemenko PMK dan kementerian/lembaga peserta rakor sepakat untuk memetakan kembali regulasi dan program eksisting, melakukan analisis celah kebijakan, merumuskan nilai dan norma dasar yang perlu diatur, serta membangun struktur tata kelola lintas ekosistem.

Manfaat Langsung bagi Masyarakat

Penyusunan regulasi terpadu ini diharapkan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat luas. Orang tua akan mendapatkan pedoman pengasuhan yang lebih jelas, sekolah memperoleh standar layanan karakter yang lebih kuat, anak dan remaja terlindungi dari konten berbahaya di ruang digital, sementara masyarakat dapat merasakan kembali penguatan nilai gotong royong dan kohesi sosial.

Dengan integrasi lintas ekosistem, kolaborasi lintas kementerian, serta dasar hukum yang kuat, upaya membangun karakter bangsa diharapkan tidak lagi terfragmentasi dan mampu menjawab tantangan zaman secara komprehensif.

Kontributor Foto:
Reporter: