Digitalisasi Bansos Perlu Perhatikan Kesenjangan Daerah

Jakarta (7/4) – Pemerintah hingga kini gencar menerapkan berbagai program perlindungan sosial dan stimulus ekonomi. Diantaranya, melalui Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Prakerja, bantuan stimulus bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta diskon dasar tarif listrik.

Namun implementasinya, program bantuan sosial (bansos) kerap menghadapi tantangan. Mulai proses pencairan dana kepada penerima manfaat yang belum tepat sasaran, penyaluran nilai dan jumlah bantuan yang tidak sesuai, hingga masalah keterlambatan penerimaan bansos oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
 
Guna menjawab tantangan dari permasalahan tersebut, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menyusun konsep G2P (government-to-person) 4.0. Konsep itu merupakan bentuk transformasi digital yang diyakini  mampu menjadi solusi untuk mempercepat penyaluran bansos.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa pemanfaatan teknologi digital dalam penyaluran bansos sudah sangat tepat. Hanya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan termasuk masalah kesenjangan daerah terutama terkait masalah keterjangkauan akses.
 
“Harus diakui, walaupun sudah ada inisiatif besar dengan adanya Palapa Ring tapi masih ada daerah yang belum terjangkau internet. Kita harus hati-hati untuk menerapkan kebijakan digitalisasi ini dengan tanpa mengabaikan daerah-daerah yang belum siap,” ujarnya saat menjadi narasumber acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia yang diselenggarakan secara daring oleh Bank Indonesia, Rabu (7/4).

Tidak hanya itu, tutur Menko PMK, persoalan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang masih terus disempurnakan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) juga menjadi kendala dalam penyaluran bansos nontunai. Oleh karenanya, diperlukan komitmen, koordinasi, dan sinergitas antarpemangku kepentingan.

Muhadjir yang juga Ketua Tim Pengendali Bansos mengungkapkan bahwa berdasarkan arahan Presiden, penyaluran bansos tetap dilakukan seiring perbaikan DTKS. Inovasi digitalisasi diharapkan bisa mengatasi persoalan data sehingga penyaluran bansos sesuai dengan yang ditargetkan.

“Digitalisasi juga sangat memudahkan Kemenko PMK sebagai Ketua Tim KSP dalam memonitoring dan pengawasan terhadap jalannya bantuan sosial agar tersampaikan secara merata kepada penerima manfaat. Saya yakin kedepannya akan terus kita perbaiki dan kita akan sempurnakan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan teknologi distribusi yang sudah kita miliki,” pungkasnya.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan pada dasarnya implementasi digitalisasi penyaluran bansos sudah berjalan sejak 2017. Namun demikian, ada beberapa aspek yang masih menjadi kendala dan perlu diperbaiki.

“Dengan adanya perubahan mekanisme yang dilakukan melalui konsep G2P 4.0, kita tentu tidak ingin hal yang sama terulang. Pemerintah juga akan mendorong perbaikan pembangunan infrastruktur hingga ke desa-desa,” paparnya.

Sementara Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan pemerintah telah membangun ekosistem digitalisasi penyaluran bansos sejak beberapa tahun. Blue print sistem pembayaran dengan pengembangan QR Indonesian Standard, jaminan keamanan melalui sidik jari dan wajah, hingga perluasan outlet  untuk mempermudah transaksi bansos nontunai.

“Pada prinsipnya, kami siap mendukung inisiatif-inisiatif pemerintah agar bansos dapat diterima denga baik oleh penerima dan kita akan terus memperkuat sinergi dan juga kolaborasi,” tandasnya. 

Kontributor Foto:
Editor :
Reporter: