KEMENKO PMK -- Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum menekankan pentingnya koordinasi antar kementerian/lembaga (KL) dan daerah dalam pelaksanaan Rencana Aksi Nasional untuk Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RAN TPPO).
Menurut Deputi yang kerap disapa Lisa itu, tantangan besar saat ini adalah memastikan semua aksi yang telah dituangkan dalam RAN dilaksanakan oleh semua pihak, mulai dari KL terkait hingga tingkat daerah.
"Menjadi PR besar kita untuk memastikan semua aksi-aksi yang sudah dilaksanakan dalam RAN ini benar-benar diterapkan oleh semua pihak secara terpadu dan sinergis," ujarnya dalam talkshow untuk memperingati Hari Dunia Anti Perdagangan Orang 2024 di gedung RRI Jakarta pada Selasa (30/7/2024).
Deputi Lisa mengakui bahwa koordinasi ini tidak mudah, meskipun sudah ada gugus tugas TPPO yang dibentuk. Lisa menekankan perlunya mengefektifkan kembali gugus tugas baik di pusat maupun di daerah, dan memperkuat kelembagaan, struktur gugus tugas nasional, maupun daerah.
Langkah berikutnya adalah menguatkan arah kebijakan untuk pencegahan dan penanganan TPPO dalam perencanaan untuk lima tahun ke depan pada RPJMN 2025-2029.
"Kita harus menyiapkan RAN yang baru dengan mempertimbangkan modus-modus TPPO yang semakin berkembang, perluasan pihak-pihak yang terkait dan menyiapkan aksi-aksinya," lanjut Lisa.
Selain itu, menurut Lisa, upaya pencegahan TPPO harus diperkuat melalui upaya pencegahan berbasis komunitas atau berbasis masyarakat. Dalam hal ini, peran komunitas yang ada di masyarakat perlu dioptimalkan, seperti komunitas pemuda, komunitas dongeng, relawan dari berbagai program yang ada di masyarakat, tenaga-tenaga pendamping dan sebagainya.
"Ini yang harus kita perkuat untuk menggencarkan sosialisasi, komunikasi dan edukasi mengenai berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat supaya tidak terjebak dalam TPPO," jelasnya.
Lisa juga menyoroti pentingnya peran perguruan tinggi dalam pencegahan TPPO mengingat semakin berkembangnya modus TPPO yang menyasar para mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi.
"Perguruan tinggi harus membekali mahasiswanya dengan berbagai informasi supaya tidak tergiur dengan tawaran yang menyesatkan, termasuk menyeleksi secara ketat informasi yang menawarkan kesempatan magang atau kerja di luar negeri yang tidak jelas sumbernya," ujarnya.
Pendekatan budaya juga dianggap penting oleh Lisa dalam upaya memperkuat pencegahan TPPO karena masih ada budaya di beberapa daerah bahwa mereka harus bekerja di luar negeri sebagaimana yang dilakukan oleh orang tua mereka sebelumnya.
Lisa menyampaikan langkah paling penting adalah penyiapan lapangan kerja di dalam negeri. Dia menekankan bahwa akar masalah TPPO salah satunya adalah kemiskinan dan kurangnya lapangan kerja. Menurutnya, banyak masyarakat tergiur bekerja di luar negeri karena lapangan kerja tidak tersedia.
Deputi Lisa menekankan pentingnya sinergi lokus dalam intervensi kegiatan yang difokuskan pada daerah-daerah yang menjadi kantong-kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau yang sering terjadi TPPO.
"Itulah yang menjadi fokus kita kedepan, mengajak KL bergerak secara konvergen untuk mengarahkan program/kegiatan mereka pada lokus-lokus tersebut," jelasnya.