Pendampingan dan Penguatan Percepatan Penurunan Stunting Kemenko PMK bersama 19 Kementerian/Lembaga untuk Papua Barat dan Papua Barat Daya

Kemenko PMK bersama Kementerian dan Lembaga terkait terus melakukan penguatan dan pendampingan kepada daerah. salah satu yang dilakukan saat ini adalah Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting yang dilakukan di 14 provinsi prioritas stunting. Tujuan evaluasi ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan yg telah dilakukan daerah paska roadshow stunting dan kemiskinan ekstrem.

Salah satu provinsi yang dilakukan evaluasi terpadu yaitu Papua Barat dan Papua Barat Daya, karena berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia, Provinsi Papua Barat menunjukkan peningkatan prevalensi balita stunting yang terlihat dari dari 26,2% di tahun 2021 menjadi 30,0% pada tahun 2022 sehingga, perlu upaya lebih dari tahun sebelumnya, dimana langkah-langkah strategis diperlukan untuk pencapaian target penurunan 3,8% per tahunnya.

Menurut drg. Agus Suprapto, M. Kes selaku Staf Ahli Menko PMK Bidang Pembangunan Berkelanjutan dalam sambutannya menyampaikan, “Pernikahan dini memiliki resiko yang lebih tinggi bagi pasangan muda dan berkontribusi terhadap kasus stunting. Data kasus pernikahan dini diperoleh pada tingkat desa/kabupaten”. Lebih lanjut disampaikan bahwa kebijakan di tingkat pusat sudah cukup namun yang harus dilakukan pemerintah daerah saat ini adalah intervensi lebih ke hulu dan  memastikan intervensi sampai ke sasaran.

Pada kesempatan yang sama Drs. Paulus Waterpauw, M.Si selaku PJ Gubernur Papua Barat juga menyampaikan bahwa Provinsi Papua Barat telah mengoordinasikan penetapan lokus prioritas kepada masing-masing kabupaten dan melaksanakan pemetaan program dan konvergensi program pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD). 

“Guna mendukung Evaluasi Percepatan Penurunan Stunting tersebut, Pemda Provinsi Papua Barat menyediakan aplikasi Elektronik Kemiskinan Ekstrem dan stunting (E-Keriting) yang digunakan untuk sistem evaluasi capaian indikator perpres Nomor 72 Tahun 2021”, ucap PJ Gubernur Papua Barat.

Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dalam sambutannya menjelaskan bahwa implementasi program dalam intervensi spesifik difokuskan pada penguatan pelayanan kesehatan dan gizi yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang di semua level pelayanan mulai dari Posyandu di tingkat masyarakat, integrasi pada layanan kesehatan primer (puskesmas) sampai di layanan rujukan, yaitu RS.

“Tentunya implementasi program-program yang ada sangat perlu diperkuat dengan dukungan pemangku kepentingan yang mencakup pemenuhan sarana dan prasarana, peningkatan kapasitas SDM, peningkatan kualitas program, penguatan edukasi serta penguatan manajemen intervensi di Posyandu dan layanan primer”, ujar Dirjen Kesehatan Masyarakat.

Pada hari kedua kunjungan (4/10) pendampingan dilakukan melihat Posyandu untuk melihat ketersediaan alat antropometri dan kesiapan para kader dalam pemantauan pertumbuhan. Isu lingkungan dan pernikahan dini yang memiliki resiko yang lebih tinggi bagi pasangan muda dan berkontribusi terhadap kasus stunting, ternyata masih banyak dijumpai di wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya. Data kasus pernikahan dini diperoleh pada tingkat desa/kabupaten. Diperlukan kebijakan di tingkat daerah  agar dapat memberikan intervensi lebih ke hulu dan  memastikan intervensi spesifik dan sensitive sampai ke sasaran.


Harapan dari kegiatan ini yaitu mampu memberikan penguatan kepada daerah prioritas stunting khususnya daerah­-daerah yang sudah dilakukan pendampingan terpadu namun prevalensi stunting mengalami kenaikan serta provinsi dengan prevalensi tinggi dan jumlah absolut besar tahun 2022 serta adanya aksi nyata dan konkrit dari kementerian/lembaga dalam mempercepat capaian target RPJMN.

Kontributor Foto:
Reporter: