KEMENKO PMK — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melalui Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial mewujudkan ekosistem sinergi kebijakan pascabencana percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Indonesia dengan meluncurkan Tim Koordinasi Nasional Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. .
Kegiatan Workshop Sinergi Multipihak dan Launching Rekayasa Ekosistem Sinergi Kebijakan Pascabencana : Percepatan Rehabilitasi dan rekonstruksi di Indonesia melalui Tim Koordinasi Nasional Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana mendorong pemanfaatan Kartu Kendali rehabilitasi dan rekonstruksi pemantauan bersama serta inisiasi Forum Kebijakan (RESPON) sebagai langkah mempercepat pemulihan wilayah terdampak bencana agar berjalan lebih cepat, tepat sasaran, dan berkelanjutan di Aula Heritage Kemenko PMK, Jakarta, pada Rabu (22/10/2025). Acara ini menjadi momentum penting dalam memperkuat kolaborasi lintas sektor dan memperbaiki tata kelola penanganan pascabencana di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial, Kemenko PMK, Lilik Kurniawan, menjelaskan bahwa pembentukan tim ini merupakan tindak lanjut dari serangkaian aktivitas membangun komitmen bersama koordinasi tidak hanya pemerintah namun berkolaborasi dengan mitra pembangunan termasuk Rapat Tingkat Menteri yang telah dilakukan sepanjang 2025, yang menghasilkan Keputusan Menko PMK Nomor 34 Tahun 2025.
“Tim ini dibentuk untuk memperkuat tata kelola penanganan pascabencana secara fundamental, agar lebih cepat, efektif, dan terukur,” ujar Lilik.
Ia menegaskan bahwa percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana membutuhkan sinergi multipihak lintas sektor, meliputi bidang permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi, dan lintas-sektor lainnya. Prinsip kolaborasi yang dikedepankan meliputi integratif, adaptif, partisipatif, serta transparan dan akuntabel.
“Dengan prinsip ini, kita ingin memastikan tidak ada program yang tumpang tindih, masyarakat terdampak bisa segera pulih, dan sumber daya digunakan secara efisien,” lanjutnya.
Lilik mencontohkan praktik sinergi multipihak yang telah dijalankan dalam penanganan erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Dalam rapat lintas kementerian, pemerintah pusat dan daerah sepakat untuk menyelesaikan masalah lahan relokasi, menambah hunian sementara (Huntara), membangun infrastruktur dasar seperti listrik, air bersih, dan akses jalan, hingga memastikan keberlanjutan layanan pendidikan dan kesehatan di lokasi relokasi.
Selain itu, berbagai kesepakatan strategis juga dihasilkan dalam rapat tingkat menteri lainnya, di antaranya penyederhanaan mekanisme penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P) agar lebih sederhana dan mudah diterapkan pemerintah daerah, serta penetapan skema Hibah Rehabilitasi dan Rekonstruksi (Hibah RR) untuk membiayai pembangunan kembali rumah rusak pascabencana berdasarkan dokumen R3P yang diusulkan pemerintah daerah.
Lebih lanjut, Lilik menjelaskan bahwa Tim Koordinasi Nasional juga akan mengawal perbaikan tata kelola penanganan pascabencana, termasuk memastikan pemerintah daerah mengalokasikan Belanja Tidak Terduga (BTT) dengan memperhatikan indikator risiko bencana, kapasitas fiskal, dan kemampuan sumber daya manusia.
“Kita ingin seluruh proses rehabilitasi dan rekonstruksi bisa berjalan secara integratif dari pusat hingga daerah, agar pemulihan tidak hanya membangun kembali, tapi juga membangun lebih baik, lebih aman, dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh perwakilan BNPB, Kementerian PU, Kementerian Keuangan, Kemendikdasmen, pemerintah daerah terdampak bencana, serta relawan dan mitra pembangunan yang bersama-sama berkomitmen memperkuat koordinasi nasional dalam penanganan pascabencana.