KEMENKO PMK -- Asisten Deputi Penanganan Bencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Merry Efriana menyampaikan pentingnya transformasi paradigma penanggulangan bencana.
Merry menyampaikan, pendekatan penanggulangan bencana harus dirubah dari pendekatan reaktif menjadi antisipatif dan preventif melalui pendekatan Aksi Merespon Peringatan Dini (AMPD/Anticipatory Action).
Hal tersebut disampaikan Merry dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Kantor BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Rabu (14/5/2025).
"Pendekatan Aksi Merespon Peringatan Dini (Anticipatory Action) menekankan pengambilan keputusan berbasis prakiraan dan sistem peringatan dini yang akurat, agar intervensi dapat dilakukan sebelum dampak bencana terjadi," ujarnya.
Lebih lanjut, Asdep Merry menyampaikan, percepatan penyusunan standar nasional terkait indikator pemicu dan ambang batas sebagai dasar pelaksanaan Aksi Merespon Peringatan Dini.
Merry menekankan bahwa standarisasi indikator diperlukan agar aksi dini bersifat terukur, kredibel, dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurutnya, kolaborasi multipihak merupakan kunci dalam penyusunan standar.
"Kolaborasi antara pemerintah, ilmuwan, dan lembaga kemanusiaan sangat penting untuk menghasilkan standar yang ilmiah, inklusif, dan aplikatif," ujar Merry.
Kepala Pelaksana BPBD DIY, Noviar Rahmad, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Pemda DIY telah mengintegrasikan pendekatan Aksi Antisipatif dalam Rencana Kontinjensi Siklon Tropis, serta memasukkan Panduan Operasional AMPD ke dalam Peraturan Gubernur DIY No. 81 Tahun 2024. Panduan tersebut juga telah diuji melalui simulasi Table Top Exercise (TTX) dan Command Post Exercise (CPX).
"Kegiatan ini bukan sekadar diskusi teknis, melainkan langkah awal dalam penyusunan acuan standar pemicu dan ambang batas yang memperkuat sistem peringatan dini nasional dan daerah," ujar Noviar.
FGD ini menghadirkan paparan teknis dari Direktur Peringatan Dini BNPB, Direktur Meteorologi Publik BMKG, dan tim Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi kelompok untuk menentukan jenis bencana fokus, parameter pemicu yang terukur, serta usulan awal ambang batas tiap parameter. Hasil diskusi akan menjadi masukan teknis dalam penyusunan Bab Standarisasi Pemicu dan Ambang Batas pada Pedoman Nasional AMPD.
Kegiatan diikuti oleh perwakilan dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga ilmiah, serta organisasi kemanusiaan, antara lain Direktorat Peringatan Dini dan Direktorat Kesiapsiagaan BNPB, BMKG, PVMBG, UGM, WFP, IFRC, PMI, FAO, Save the Children, serta unsur BAPPEDA, BPBD, dan OPD provinsi dan kabupaten/kota se-DIY