KEMENKO PMK -- Pelaksana Harian Asisten Deputi Penanganan Pascakonflik Sosial Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Andre Notohamijoyo menegaskan pentingnya sinergi lintas kementerian/lembaga dalam memperkuat penanganan konflik sosial di Indonesia.
Andre menekankan bahwa penanganan pascakonflik sosial tidak hanya berfokus pada rekonstruksi fisik, tetapi juga pada pemulihan sosial, ekonomi, dan psikologis masyarakat terdampak. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Nasional yang digelar di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, pada Senin (27/10/2025).
"Kita perlu memperkuat koordinasi lintas sektor agar pemulihan pascakonflik lebih inklusif dan berkelanjutan. Kemenko PMK terus mendorong penguatan kebijakan sektoral, layanan pemulihan terpadu, serta pemberdayaan ekonomi bagi perempuan dan keluarga terdampak," ujarnya.
Lebih lanjut, Andre menegaskan bahwa Kemenko PMK saat ini tengah merevitalisasi Sistem Nasional Pengelolaan Kekerasan (SNPK) untuk memperkuat basis data dan pelaporan nasional terkait kekerasan serta konflik sosial. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pemantauan dan mempercepat respon pemerintah terhadap potensi konflik di daerah.
Rapat Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Nasional dipimpin oleh Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri ini dihadiri oleh berbagai unsur seperti Kemenko Polhukam, Kemenko PMK, BNPB, Kemensos, TNI, Polri, serta perwakilan kementerian/lembaga anggota Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial tingkat nasional.
Dalam rapat tersebut juga dibahas penyusunan Rencana Aksi Nasional Penanganan Konflik Sosial (RAN PKS) 2026, yang akan memuat langkah konkret lintas K/L mulai dari pencegahan, penghentian konflik, hingga pemulihan pascakonflik.
Dalam konteks ini, Kemenko PMK berperan pada penguatan aspek rehabilitasi sosial, rekonsiliasi, dan rekonstruksi masyarakat pascakonflik, termasuk dalam penanganan kasus seperti konflik sosial di Adonara, Nusa Tenggara Timur.
"Pemulihan pascakonflik harus menjadi momentum memperkuat kohesi sosial dan perdamaian berkelanjutan. Negara harus hadir tidak hanya saat konflik berlangsung, tetapi juga dalam proses pemulihan masyarakat," tegas Andre.
Kemenko PMK turut mengapresiasi berbagai praktik baik dari daerah pascakonflik seperti Aceh, Poso, dan Palu, yang berhasil mengintegrasikan pemberdayaan ekonomi perempuan dengan kearifan lokal melalui dukungan lembaga internasional seperti UN Women. Model ini akan menjadi contoh dalam pengembangan rencana aksi nasional ke depan.
Melalui rapat ini, seluruh kementerian dan lembaga menegaskan komitmen untuk menghindari tumpang tindih program, memperkuat koordinasi lintas sektor, membangun sistem peringatan dini, serta memperkuat resiliensi sosial masyarakat di wilayah rawan konflik.