Jakarta (31/1) -- Dunia tengah dihadapkan pada beragam persoalan akibat pandemi Covid-19. Namun pemerintah Indonesia tidak luput untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) menuju era i4.0 dan globalisasi.
Komitmen tersebut sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu salah satunya meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Agus Sartono Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Sartono menyebutkan bahwa pembangunan SDM dapat dilakukan lewat jalur pendidikan.
"Taraf pendidikan rakyat Indonesia harus ditingkatkan untuk menciptakan SDM yang unggul," ujarnya mewakili Menko PMK dalam acara webinar Global Indonesia Professional Association (GIPA), Minggu (31/1) malam.
Lebih lanjut Agus menekankan bahwa human capital development is a never ending process. Setiap hari ada anak yang terlahirkan di dunia, begitu juga sebagian penduduk meninggal dunia karena berbagai sebab. Oleh sebab itu,pemerintah akan memperhatikan setiap tahap dalam human capital life cycle. Masing-masing tahap memerlukan strategi tersendiri.
Beberapa strategi pembangunan pendidikan yang dilakukan pemerintah ialah dengan meningkatkan kualitas dan layanan pendidikan secara merata, meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat, profesionalisme dan perubahan metode pembelajaran, budaya sekolah dan baca, serta memperkuat pendidikan vokasi, kewirausahaan, dan manajemen.
Agus memprediksi saat puncak demografi 10-20 tahun mendatang akan terjadi pergeseran angkatan kerja. Menurut dia, angkatan kerja lulusan SD akan makin hilang sehingga perlu antisipasi meningkatkan kualitas lulusan pendidikan yang lebih tinggi seperti SMA dan perguruan tinggi.
"Kita tahu di era i4.0 ini sebanyak 85 juta pekerjaan akan hilang dan akibatnya potensi pengangguran akan semakin banyak. Oleh karena itu harus kita siapkan betul-betul SDM kita agar siap bersaing dan mampu menghadapi tantangan di eta digital," tuturnya.
Kendati demikian, ia menyatakan dalam lima tahun ke depan akan ada 95 juta pekerjaan baru yang tentu berkaitan dengan teknologi digital. "Karenanya maka 50% dari pekerja kita sekarang perlu reskilling dan 40% perlu mengganti skill mereka," pungkas Agus.
Pada kesempatan tersebut, ia pun mengapresiasi inisiatif GIPA yang telah menyelenggarakan konferensi internasional yang bertujuan menjelaskan bagaimana orang Indonesia dapat memulai karir yang sukses dalam memimpin organisasi multinasional dan non-pemerintah (LSM) global. Melalui konferensi internasional ini, GIPA berbagi pengetahuan dan pengalaman dan pengetahuan sehingga para peserta dapat membangun jaringan, jiwa kepemimpinan, pola pikir, serta sudut pandang yang global.
Agus berharap dengan bekerja di luar negeri sementara waktu maka tidak saja memiliki pengalaman tetapi juga networkyang kelak dapat dimanfaatkan bagi rekan-rekan sesama anak bangsa.
Lebih lanjut dikatakan bahwa saat ini Agus sedang mengusulkan agar penerima beasiswa dari LPDP menanda tangani surat kesediaan manakala negara membutuhkan.
Jadi negara punya hak untuk memanggil sebagai bentuk bela negara. Buka sebaliknya, lalu seolah menjadi hak untuk diteriba sebagai PNS. Kedepan mestinya pemerintah dapat merekrut SDM bertalenta terbaik.
Selain Agus Sartono, pembicara lainnya yaitu Patricia Suyanto, Deloitte Consulting, San Francisco, Alda Ardelia, World Bank - International Finance Corporation, Washington DC, Nancy Amelia, Bank of America, Merrill Lynch, United Kingdom, T. Arcky Meraxa , PhD, Head of Americas Region and Professional Development Center of Excellence at GIPA