KEMENKO PMK -- Sesuai amanat INPRES No. 2 tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (RAN P4GN), salah satu aksi bidang rehabilitasi adalah peningkatan kapasitas dan aksesibilitas layanan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika dengan dua indikator keberhasilan yang harus dicapai yaitu terselenggaranya layanan rehabilitasi sesuai Standar Nasional Rehabilitasi dan terintegrasinya sistem informasi rehabilitasi terpadu.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Teknis Eselon II tentang rencana penyelenggaraan SNI Layanan Rehabilitasi NAPZA dan Sistem Informasi Rehabilitasi NAPZA dari masing-masing Kementerian dan Lembaga, secara daring, pada hari Kamis, (30/3/2023).
Saat ini, sistem informasi data rehabilitasi secara nasional belum dapat terwujud. Hal tersebut terjadi karena data nasional pecandu narkotika belum dapat diperoleh secara cepat dan tepat, sehingga penyajian data hanya dapat diperoleh secara terbatas oleh pengguna.
Berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah Pasal 18 No. 25 Tahun 2011, terdapat sebanyak tujuh aspek yang perlu diperhatikan terkait dengan informasi pecandu narkotika dalam bentuk rekapitulasi data. Aspek tersebut meliputi: jumlah pecandu narkotika yang ditangani, identitas pecandu narkotika, jenis zat narkotika yang disalah gunakan, lama pemakaian, cara pemakaian zat, diagnosa, sampai dengan jenis pengobatan/riwayat perawatan rehabilitasi yang dijalani.
Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni diperlukan adanya tindak lanjut untuk menerapkan SNI bagi layanan rehabilitasi dan juga pengintegrasian sistem informasi yang terpadu secara nasional.
Direktur Pascarehabilitasi BNN, Farid Amansyah menyatakan kesiapan terkait dengan penerapan SNI untuk layanan rehabilitasi melalui rancangan pengembangan aplikasi ”Sirena” untuk mendukung ”Siratu”. Dimana nantinya aplikasi tersebut dapat memuat data yang telah diupdate setiap hari dan pada setiap minggunya akan dibacakan oleh kepala BNN dalam rapat pimpinan untuk digunakan sebagai laporan.
Kemudian, penetapan agenda implementasi penerapan wajib bertahap SNI 8807:2022 bagi layanan rehabilitasi NAPZA ditindaklanjuti dengan berbagai upaya seperti BNN sebagai instansi pengampu untuk mengusulkan wajib bertahap kepada BSN, pendampingan SNI yang sudah dilakukan khusus di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) secara vertikal oleh Kemenkes, sampai dengan pembahasan lebih lanjut mengenai penerapan program wajib nasional.
Adapun komitmen dari kementerian maupun lembaga pemberi layanan rehabilitasi untuk menyebarluaskan dan menerapkan SNI 8807:2022, dimana pada tahun 2023 ini akan menerapkan sebanyak 270 layanan secara sukarela.
Terkait dengan pengintegrasian sistem informasi rehabilitasi yang terpadu secara nasional, penyelesaian penyusunan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) sistem rehabilitasi terpadu dan pembuatan perjanjian kerjasama pertukaran data dilakukan oleh beberapa kementerian dan lembaga. Diantaranya meliputi Kementerian Kesehatan, Kemenkum HAM, Badan Narkotika Nasional (BNN), sampai dengan Kementerian Sosial.
"Perlu adanya tindaklanjut mengenai rapat penerapan SNI secara wajib bertahap beserta keputusannya dengan mengundang BSN, serta sistem informasi yang perlu ditindaklanjuti untuk penyusunan Kelompok Kerja (Pokja)," ujar Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit, Nancy Dian Anggraeni dalam akhir rapat.
Dalam rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh Farid Amansyah selaku Direktur Pascarehabilitasi BNN, Lia Muslihah selaku perwakilan dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Astia selaku perwakilan dari Direktorat Jenderal Permasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham, perwakilan dari Pusat Kedotkeran dan Kesehatan Kepolisian, perwakilan dari Direktorat Mutu Pelayanan Kesehatan Kemenkes, serta peserta yang hadir dalam rapat.
Reporter : Apriliana Putri C