Alokasi Dana Pendidikan Harus Berdampak Pada Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Jakarta (4/3) – Beberapa waktu lalu tepatnya pada 10 Februari 2020 pemerintah telah menetapkan perubahan skema penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) langsung ke rekening sekolah. Sebelumnya pemerintah pusat rutin mengalokasikan dana BOS ke seluruh sekolah di Indonesia melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).

Sejatinya skema penyaluran ini bukanlah hal baru dalam sistem penyaluran dana BOS. Tahun 2009/2010 sistem penyaluran kesekolah langsung sempat dilakukan. Untuk perubahan skema penyaluran kali ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 tentang perubahan atas PMK Nomor 48 tahun 2019 tentang pengelolaan DAK (Dana Alokasi Khusus) Non Fisik.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, upaya memperpendek skema penyaluran dana BOS dilakukan dengan harapan sekolah mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam mengelola anggaran.

“Diharapkan sekolah bisa lebih leluasa dalam pendanaan operasional sekolah," Kata Muhadjir dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri (RTM) di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Rabu (4/3).

Muhadjir menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyaluran dana BOS ini. Menurutnya penyaluran dana BOS jangan sampai hanya berpusat ke instansi pendidikan di bawah Kemendikbud. Instansi pendidikan dibawah kementerian lain yakni Kemenag yang menaungi Madrasah juga harus disalurkan dana BOS secara proporsional.

Muhadjir menuturkan, bahwa kontribusi Madrasah cukup besar sementara alokasi anggarannya masih kurang memadai. Memang masih perlu kecermatan dalam menyusun program prioritas, misalnya Program 1.000 Doktor di Kemenag. Diingatkan bahwa UUD mengamanatkan 'Negara wajib mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.'

"Jika dilihat dari populasi siswa, Madrasah yang ada di Kementerian Agama menyumbang sekitar 17 persen dari total populasi siswa. Karena itu tidak boleh hanya memerhatikan yang ada di Kemendikbud saja. Tapi juga siswa yang ada di Kemenag,” tuturnya.

Kemudian, Pemerintah perlu mengupayakan untuk mengalokasikan gaji guru honorer yang bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Idealnya insentif guru honorer dapat menggunakan kelebihan DAU, karena setiap tahun alokasi DAU meningkat sementara jumlah guru pensiun dan tidak diganti cukup besar. Secara logika alokasi DAU untuk gaji PNSD mestinya mengecil. Lebih lanjut Menko PMK mendukung kebijakan Mendikbud yang memperbolehkan maksimum 50% dana BOS untuk pembayaran gaji guru honorer yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Kemenag perlu menyesuaikan dengan kebijakan tersebut agar tidak terjadi perbedaan yang mencolok.

“Keberadaan guru honorer harus menjadi perhatian karena itu sebagai komponen pendidikan dan faktanya banyak yang sudah mengabdi cukup lama,” katanya.

Menko PMK mengingatkan baik Mendikbud maupun Menag agar terus meng-update data siswa. Jangan sampai data siswa tidak akurat, mengingat penyaluran BOS berdasar pada jumlah siswa disetiap sekolah dan madrasah. Mendikbud sependapat dengan pandangan Menko PMK dan menyampaikan bahwa sedang dikembangkan satu platform yang mampu mencegah ketidak akuratan data baik data sekolah rusak, jumlah guru maupun jumlah siswa.

Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, Muhadjir menyampaikan agar Kemendikbud dan Kemenag dalam memanfaatkan anggaran pendidikan harus memerhatikan tiga hal yakni Indeks Pembangunan Manusia (IPM), masalah kemiskinan, dan ketimpangan. Komponen pendidikan sangat dominan berpengaruh dalam IPM.

Menurut Muhadjir Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Menengah saat ini masih relative rendah, apalagi APK Pendidikan Tinggi. Selain itu angkatan kerja menurut data BPS sekitar 64 persen berpendidikan maksimum setingkat SMP dan 25% setingkat SMA. Muhadjir meminta Kemdikbud dan Kemenag agar mampu mengeluarkan terobosan yang bisa mengurai permasalahan tersebut.

“Jadi tidak mungkin kita meningkatkan produktivitas nasional jika proporsi terbesar angkatan kerja kita berpendidikan rendah. Makanya perlu ada terobosan-terobosan dari Kemendikbud dan Kemenag, dan saya mohon untuk terus berkolaborasi. Saya akan pantau betul kerja samanya untuk meningkatkan IPM,” pungkas Menko PMK.

Turut hadir dalam rapat Menteri Keuangan (Meenkeu) Sri Mulyani, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Sesmenko PMK, Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kemenko PMK, Dirjen pendis Kemenag, Dirjen Primbangan Keuangan daerah Kemenkeu, dan perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Kontributor Foto:
Reporter: