KEMENKO PMK – Bangsa Indonesia perlu bersikap waspada karena munculnya berbagai hoaks, ujaran kebencian, dan khususnya ekstrimisme agama yang berpotensi menimbulkan keresahan sosial dan memecah belah masyarakat.
Kelompok ISIS bisa menjadi salah satu contoh bagaimana mereka memanfaatkan ajaran agama melalui platform Youtube, Twitter, dan Facebook untuk menarik orang-orang di seluruh dunia agar bergabung bersama mereka dan melancarkan aksi-aksi kekerasan. Di Indonesia, agama juga telah menjadi ajang yang potensial untuk di politisasi, apalagi belum tuntasnya sisa-sisa keterbelahan masyarakat pascapilpres 2019 dan Pilkada DKI 2017, saat itu hoaks dan ujaran kebencian banyak beredar di masyarakat.
Ekstremisme agama sangat rentan terjadi di kalangan para pemuda-pemudi di Indonesia. Karena kelompok tersebut masih mencari jati dirinya sehingga lebih mudah terpengaruh oleh berbagai macam penggiringan isu yang tidak baik bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Hasil survei Kominfo tahun 2019 menunjukkan 66,36% masyarakat Indonesia sudah memiliki telepon pintar, dengan rentang usia 20-29 tahun memiliki persentase kepemilikan tertinggi sebesar 75,95%, kemudian pada rentang usia 30-49 tahun sebesar 68,34%. Menurut Hootsuite, pengguna internet dan media sosial di Indonesia tahun 2021 mencapai 202,6 juta pengguna dari total populasi atau 73,7%.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri menjelaskan negara Indonesia dapat memanfaatkan peluang bonus demografi untuk peningkatan kualitas pemuda dalam rangka pencegahan perilaku berisiko berupa ekstremisme agama.
“Pemerintah perlu memanfaatkan bonus demografi yang terjadi di Indonesia ini yaitu dengan membangun kualitas pemuda sebagai generasi penerus bangsa di masa yang akan datang,” ucapnya saat membuka Rapat Koordinasi Pencegahan Ekstremisme Agama pada Pemuda secara daring, pada Senin (25/10).
Namun, dalam membentuk pemuda yang berkualitas banyak tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi oleh pemerintah. Menurut Deputi Femmy, permasalahan yang dialami saat ini salah satunya berkaitan dengan pembentukan Peta Jalan penanggulangan hoaks, ujaran kebencian, dan ekstremisme agama.
Ia juga mengatakan pembentukan Peta Jalan tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan persuasif kepada institusi pendidikan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam pencegahan hoaks, ujaran kebencian, dan ekstremisme agama.
“Penanggulangan hoaks, ujaran kebencian, dan ekstremisme dapat dilakukan oleh pemerintah dengan meningkatkan pendekatan persuasif kepada tokoh masyarakat, agama, pemuda, dan kelompok potensial, termasuk lembaga pendidikan berbasis agama,” tuturnya.
Pembantu Deputi Bidang Strategi Nasional Dewan Ketahanan Nasional Afrizal Hendra memberikan rekomendasi berupa optimalisasi media center healing sebagai pusat informasi penanggulangan hoaks dan pusat konsultasi pemanfaatan media sosial secara cerdas.
“Pemerintah perlu mengoptimalkan media center healing sebagai pusat informasi penanggulangan hoaks, serta sebagai pusat konsultasi bagi masyarakat dalam bersosial media secara cerdas,” ujarnya.
Para peserta sangat mendukung hasil kajian dari Wantannas tentang Antisipasi Menghadapi Hoaks, Ujaran Kebencian dan Ekstremisme Agama Dalam Keterbelahan Sosial Politik Menyongsong Tahun Politik 2024 Dalam Rangka Keamanan Nasional. Peta Jalan dimaksud harapannya dapat sinergis dengan regulasi yang sudah ada seperti RAN Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan Yang Mengarah Pada Terorisme Tahun 2020-2024 dan Rancangan Perpres tentang Moderasi Beragama. Selain itu juga sinergis dengan program yang sudah eksis di K/L seperti Indonesia Makin Cakap Digital yang diampu Kominfo dan telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo. Dua hal utama yang harus dikedepankan adalah Penguatan literasi digital masyarakat baik dari sisi teknis pemanfaatan teknologi maupun dalam hal beretika di dunia digital.
Harapannya nanti para K/L terkait dapat berkoordinasi secara optimal terkait upaya antisipasi dan pecegahan terhadap hoaks, ujaran kebencian, serta ekstremisme agama, khususnya di kalangan pemuda.