Rokok Ancam Pembangunan SDM

Jakarta (24/10) -- Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah masih tetap fokus terhadap upaya pembangunan sumber daya manusia (SDM). Hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam salah satu visi misi presiden.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan bahwa ada beberapa tahap di dalam siklus pembangunan SDM Indonesia, mulai dari masa prenatal hingga lanjut usia. Selama menjalani siklus tersebut banyak faktor yg mempengaruhi kualitas kehidupan, baik dari lingkungan maupun perilaku.

"Salah satu yang bisa menjadi penghambat di dalam setiap siklus pembangunan manusia itu adalah rokok," ungkapnya saat menjadi narasumber dialog bertema Mewujudkan Anak dan Remaja Unggul Melalui Pengendalian Konsumsi Rokok yang Kuat dan Berdampak yang diadakan Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI secara daring, Jumat (23/10) malam.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2018, prevalensi perokok di atas usia 15 tahun mencapai 33,8% dan penduduk usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% di tahun 2018. Sontak, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah pria dewasa perokok tertinggi ketiga di dunia di bawah Cina dan India.

Menko PMK menyebut bahaya rokok bukan hanya pada aspek kesehatan, tetapi juga mengancam keberlanjutan pembangunan SDM. Rokok dinilai sebagai ranjau yang menjadikan pembangunan kualitas manusia Indonesia terganggu.

"Rokok juga berpengaruh terhadap perilaku manusia menjadi tidak berkeadilan serta tidak mendukung pemajuan kebudayaan bangsa. Itulah mengapa secara umum, masalah rokok menjadi perhatian dan komitmen Kemenko PMK," jelas Muhadjir.

Lebih lanjut, ungkapnya, polemik rokok juga terjadi lantaran dinilai sebagai salah satu penghasil cukai tertinggi bagi negara. Padahal jumlah kerugian yang disebabkan oleh penyakit  akibat rokok nilainya jauh lebih besar ketimbang pemasukan yang dihasilkan negara dari rokok.

Tak tanggung-tanggung, kematian dini dan morbiditas akibat merokok telah menjadi beban signifikan pada sistem kesehatan nasional dengan menghabiskan biaya kesehatan diperkirakan 1,2 miliar USD atau Rp17,46 triliun per tahun.

Rokok juga diperkirakan dapat membunuh sekitar 226 ribu jiwa atau 14,7% dari total kematian orang Indonesia setiap tahun.

"Masalah rokok ini harus ditangani secara intensif, termasuk membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menurunkan angka prevalensi rokok serta meminimalisir dampaknya di segala aspek yang dapat mengganggu pembangunan kualitas SDM Indonesia," pungkas Menko PMK. (*)