KEMENKO PMK — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melalui Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan perlu upaya terpadu untuk mendorong penguatan ekonomi keluarga agar dapat mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikan saat memimpin agenda Focus Group Disscusion (FGD) dengan topik utama pembahasan mengenai “Penguatan Ekonomi Keluarga” yang diselenggarakan oleh Kemenko PMK, di Novotel Jakarta Gadjah Mada, pada Selasa (18/7).
Woro menambahkan, untuk dapat mewujudkan itu perlu sinergi bersama yang melibatkan semua unsur pemangku kepentingan agar proses implementasi program dapat dilakukan tepat sasaran. Sehingga target penguatan ekonomi keluarga yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 itu dapat dilakukan sesuai harapan.
“Penguatan ekonomi keluarga menjadi bagian dari upaya kita menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem, karena pada saat kita bicara tentang kemiskinan ekstrem, maka sasarannya adalah keluarga atau rumah tangga miskin,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 telah mengamanatkan pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dilakukan melalui peningkatan akses dan peluang terhadap penerimaan informasi serta sumber daya ekonomi melalui usaha mikro keluarga, pengembangan inovatif dalam memberikan bantuan bagi keluarga miskin, serta penyelenggaraan upaya penghapusan kemiskinan.
Menurut Woro, akselerasi penguatan ekonomi keluarga yang dilakukan oleh sejumlah kementerian/lembaga, seperti program pengurangan beban, program peningkatan pendapatan, dan program yang menyasar kantong-kantong kemiskinan telah cukup memadai.
Intervensi kepada keluarga miskin juga telah dilakukan melalui perlindungan sosial yang meliputi pemberian bantuan dan jaminan sosial. Namun, bantuan dan jaminan sosial dinilai tidak cukup. Perlu ada graduasi untuk masuk pada tingkat ekonomi yang lebih tinggi melalui upaya pemberdayaan. Untuk itu, perlu meningkatkan efektivitas kolaborasi dalam melaksanakan berbagai program yang dijalankan dengan memastikan ketepatan sasaran berdasarkan basis data kemiskinan yang terpadu.
Turut menjadi narasumber dalam FGD ini, antara lain Asisten Deputi Keuangan Inklusif dan Keuangan Syariah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Erdiriyo, Direktur Pemberdayaan Ekonomi Keluarga BKKBN Ahmad Taufik, dan perwakilan Bank Indonesia Engkus Kusnandar.
Sinergi Program, Kunci Efektivitas dan Penyaluran Tepat Sasaran
Erdiriyo selaku Asisten Deputi Keuangan Inklusif dan Keuangan Syariah Kemenko Perekonomian mengatakan, tingkat literasi perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, namun tingkat inklusinya lebih rendah 2,40 poin persentase. Untuk itu, perlunya optimalisasi program keuangan inklusif yang menyasar perempuan dengan melibatkan berbagai organisasi perempuan. Di Indonesia terdapat organisasi kredit mikro seperti Bank Grameen yang bahkan memiliki nasabah lebih banyak yaitu PNM Mekar dengan lebih dari 14 juta nasabah.
Sementara, Taufik selaku Direktur Pemberdayaan Ekonomi Keluarga BKKBN menjelaskan bahwa pembelajaran dan keberlanjutan dari hasil program Pengelolaan Kelompok Usaha Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA). Berdasarkan pengalaman pelaksanaannya, program ini dilakukan untuk meningkatkan penghasilan keluarga melalui delapan langkah, yakni pembentukan kelompok, mengenali peluang pasar, menentukan jenis usaha, penggalangan permodalan, proses produksi, pemasaran, kemitraan dan pembinaan pendampingan. Selain itu, diperlukan proses yang harus dilalui, seperti menciptakan produk yang berpeluang pasar, menggalang modal dan bimbingan, hingga berkelompok membentuk jaringan pasar.
Terkait dengan ekonomi inklusif, Engkus turut menjelaskan bahwa kerangka Strategi Nasional Ekonomi dan Keuangan Inklusif (SNEKI) menjadi acauan upaya BI dalam meningkatan inklusi ekonomi dan keuangan. Mengintegrasikan upaya mendukung keuangan inklusif dan meningkatkan akses kepada kesempatan ekonomi dilakukan melalui tiga pilar, seperti pemberdayaan ekonomi, perluasan akses dan literasi keuangan, serta harmonisasi kebijakan. Inklusi dan literasi keuangan Indonesia perlu ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Deputi BAZNAS bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Imdadun Rahmat menambahkan, model pemberdayaan yang dilakukan oleh BAZNAS meliputi pengembangan ekonomi, balai ternak, lumbung pangan, serta program perdesaan basis desa dan pesantren. Community development menyasar kepada keluarga mutahik, dilakukan secara lebih integrasi yang meliputi aspek pendidikan, pengembangan ekonomi produktif, aspek sosial dan keagamaan.
Menutup acara FGD, Woro menekankan bahwa perlunya sinergi program dan kegiatan dari kementerian/lembaga serta mitra pembangunan dalam pemberdayaan dan penguatan ekonomi keluarga.
“Jumlah program pemberdayaan keluarga sudah cukup memadai, yang perlu sekarang kita lakukan adalah meningkatkan sinergi supaya lebih efektif, tepat sasaran dengan menggunakan data yang sama,” ujar Woro.
FDG ini dihadiri sejumlah perwakilan dari kementerian/lembaga terkait, antara lain Kementerian Perekonomian, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Sosial, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Informasi dan Informatika, BKKBN, Badan POM, BAZNAZ, Bank Indonesia, BSI, KADIN Indonesia, serta mitra pembangunan terkait seperti PNM Mekar, PP Aisyiah, PP Naslatil Aisyiah, hingga UKM IKM Nusantara.