Pemerintah Dorong Upaya Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Parlemen 2024

Bogor (27/10) -- Pemerintah akan terus mendorong upaya peningkatan keterwakilan perempuan di dalam pada tahun 2024. Hal itu mengingat bahwa faktanya, sejak pemilihan umum (pemilu) 2004 lalu, jumlah keterwakilan perempuan di parlemen terutama DPR RI masih belum mencapai 30%.

Padahal, Undang-Undang No. 10/2008 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dan dan UU No. 2/2011 tentang Perubahan UU No. 2/2008 tentang Partai Politik telah mengamanatkan untuk memastikan setidaknya 30% perempuan dicalonkan dalam daftar anggota parlemen.

Plt Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Y. B. Satya Sananugraha mengungkap berdasarkan data Inter Parliamentary Union, keterwakilan perempuan Indonesia di parlemen berada pada peringkat keenam dibanding negara-negara Asean.

Sedangkan, pada tingkat dunia, posisi Indonesia di peringkat ke-89 dari 168 negara di bawah Afganistan, Vietnam, Timor Leste, dan Pakistan.

"Untuk mewujudkan ketertinggalan dan pencapaian target tersebut, pemerintah sedang giatnya merefleksikan agenda pembangunan global yang menekankan pentingnya kesetaraan gender. Yaitu dengan memberi kesempatan yang sama untuk kepemimpinan perempuan di setiap tingkat pengambilan keputusan, khususnya di bidang politik pada tingkat daerah maupun nasional," ujarnya saat membuka acara Focus Group Discussion (FGD) Kebijakan dan Strategi Partai Politik Pro Target 2024: Roadmap 30% Keterwakilan Perempuan di Parlemen 2024, Selasa (27/10).

Pada acara yang digelar secara daring dan juga tatap muka di Hotel Grand Savero, Bogor, Jawa Barat, selama dua hari tersebut, Y. B. Satya Sananugraha atau yang akrab disapa Sani itu menyebutkan bahwa pada Januari 2020 lalu Kemenko PMK telah menginisiasi grand design roadmap 30% keterwakilan.

Ia pun menekankan pentingnya peranan partai politik (parpol) di dalam upaya peningkatan keterwakilan perempuan di Parlemen 2024.

Menurutnya, parpol sangat berpengaruh dan diharapkan memberi ruang bagi penguatan kebijakan dan strategi afirmasi dengan menempatkan perempuan pada posisi tertinggi di masing-masing partai.

"Pemerintah optimistis akan tercipta kebijakan yang bermanfaat bagi pembangunan perempuan dalam rangka mewujudkan kemajuan bangsa, jika perwakilan perempuan lebih banyak di tingkat legislatif," pungkas Sani.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jendral DPP Demokrat Andi Timo Pangeran mengklaim pihaknya sangat mendukung dan mengupayakan peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen 2024 mendatang.

Namun demikian, ia mengusulkan secara tegas komitmen parpol khususnya pada daerah pemilihan (dapil) agar menempatkan calon legislatif perempuan di nomor urut 1 (satu). Penggunaan sistem baik terbuka ataupun tertutup harus mempertimbangkan keterwakilan perempuan.

"Sesungguhnya upaya meningkatkan keterwakilan perempuan tidak mudah. Perlu sinergitas serta komitmen yang kuat dari pemerintah, parpol, maupun dari perempuan itu sendiri agar mau terus berusaha menjadi perempuan berdaya saing," tegasnya.

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai bahwa masih terdapat banyak hambatan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen. Antara lain, hambatan psikologis, daya saing, regulasi, kaderisasi, hingga upaya pemberdayaan.

Namun Wakil Ketua MPR RI Partai Nasdem Lestari Moerdijat menegaskan bahwa perempuan tidak hanya harus mendapatkan dukungan dari partai politik, tetapi juga dari seluruh elemen masyarakat.

"Perlu ada ruang hukum yang seluas-luasnya agar tercipta kesempatan yang sama. Mendobrak budaya patriaki adalah tugas kita semua, bukan hanya tugas perempuan," tandasnya.

Di akhir diskusi, Ketua Umum Ketua Kauskus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Dwi Septiawati Djafar menyimpulkan bahwa wacana-wacana yang telah dikemukakan harus didorong terus agar terealisir.

Selain itu, revisi UU Pemilu juga perlu untuk dikawal guna memastikan keterwakilan menjadi satu titik tekan agar membawa efek domino dari kebijakan afirmatif lainnya.

"Tiga kata kunci, optimaliasai kewenangan yang dimiliki, jalani dengan optimal peta jalan yang kita buat, kolaborasi dengan optimal oleh semua pihak baik oleh KL, Parpol, KPPI, pemda dan OMS," tutup Dwi.

Pada kesempatan tersebut hadir Asisten Deputi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Perempuan Kemenko PMK Roos Diana Iskandar, Kabid Pemenuhan Hak Perempuan Kemenko PMK Dohardo Pakpahan, serta perwakilan kementerian/lembaga terkait.

Kontributor Foto:
Reporter: