Menyongsong Indonesia Emas 2045, pembudayaan Pancasila melalui aksi nyata Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) menjadi penting. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Didik Suhardi saat membuka rapat pembudayaan Pancasila melalui aksi nyata revolusi mental di media sosial, Senin (3/4)
“Terlebih di era digital ini. Kita harus bersinergi membumikan Pancasila dengan memanfaatkan momentum 1 Juni. Membumikan Pancasila diimplementasikan dalam revolusi mental, dan action-nya seperti apa,” urai Dodik
Media sosial memang memberi dampak pada perilaku masyarakat. Dalam rapat itu, Tim Ahli Gugus Tugas Nasional (GTN) GNRM, Arif Budimanta meyakini kampanye pembudayaan Pancasila di media sosial sangat penting.
“Media sosial memiliki sifat hyper personality, selain itu media sosial juga membangun konsumerisme. Keniscayaan update status itu seolah menjadi penting, kalau like-nya banyak sudah merasa jadi tokoh,” terang Afif
Budimanta seraya menandaskan bahwa di Indonesia hampir 70 persen masyarakat menggunakan media sosial selama 3 jam.
“Atas dasar itu, kampanye pembudayaan Pancasila di media sosial itu sangat penting. Harus ada altruisme untuk melawan dampak negatif media sosial. Kalau bisa tim sekretariat GTN GNRM dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengundang perwakilan Instagram, Tiktok, Facebook, Google dan lainnya di Indonesia untuk mendengar masukan dari mereka, “ urai Afif
Kolaborasi Konten
Lebih lanjut, Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP, Prakoso membenarkan bahwa pembudayaan Pancasila di media sosial sudah harus dilakukan.
“Sosmed itu instrumen, kontennya harus kita dapatkan, kita harus eksplore kekayaan nilai-nilai luhur Indonesia. Tapi yang penting, kita harus kolaborasi, dengan kolaborasi kita bisa head to head dengan Black Pink, “ujar Prakoso menegaskan bahwa kita bisa membuat konten yang banyak disuka di media sosial tanpa harus tercerabut dari akar budaya Indonesia.
Tim Ahli GNRM sekaligus Sekretaris Dewan Pengarah BPIP Wisnu Bawa Tenaya menegaskan bahwa BPIP tahun ini, membangun eksosistem Pancasila dalam tindakan. Untuk itu, Wisnu mengingatkan pentingnya penthahelix dalam pembumian Pancasila. Hal senada disampaikan oleh Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi BPIP Rima Agristina.
“Pancasila dalam tindakan adalah revolusi mental. BPIP punya duta Pancasila, pesan-pesan revolusi mental bisa disalurkan lewat duta Pancasila ini. Kita hanya perlu memberikan konten-kontennya, kita dorong dan bisa ditangkap di media sosial para duta Pancasila yang memiliki ribuan follower ini,” urai Rima.
Rapat itu dihadiri juga oleh Perwakilan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Laksma TNI Nevy Dwi Soesanto, Kabid 21 Kemenko Polhukam Suwandi Prihantoro, Staf ahli Menteri dari Kemendesa, dan perwakilan dari Kemenhan.
Dalam kesempatan itu, Nevy D Soesanto memberikan hasil temuan Wantannas dimana media sosial di lingkungan pemerintahan lebih banyak diisi konten protokoler yang tidak ada unsur literasi pada masyarakat.
“Lebih-lebih sekarang ada teknologi AI macam Chatgpt. Wantannas sedang mempelajari algoritma chatgpt, semoga nanti ketika masyarakat mencari-cari soal Pancasila bisa mendapatkan sumber yang benar. Benar-benar bersumber dari kita, dari pemerintah,” ujarnya.
Asisten Deputi Revolusi Mental Katiman lebih lanjut memberikan kesimpulan bahwa pembudayaan Pancasila di media sosial ini harus memiliki tiga hal mendasar yakni valid, altruisme, dan positivitas.
“Semua perlu kolaborasi, tiap konten harus mendapat tagar Pancasila, tagar Revolusi Mental. Kita harus suppy konten positif dan memiliki nilai-nilai yang membuat kita bersatu, “pungkasnya.