Kebudayaan Pulihkan Perekonomian

 

Oleh Usman Manor, Analis Sumber Sejarah, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK)

           “Manusia tanpa pengetahuan tentang budaya, sejarah, dan asal usulnya, seperti bumi tanpa matahari”. Kalimat tersebut terlontar dalam sambutan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy pada Kunjungan Kerja tanggal 3 September 2021 di Karanganyar, Yogyakarta. Lebih lanjut, Muhadjir menjelaskan bahwa kebudayaan memiliki peran dan fungsi yang sentral sebagai landasan utama dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara karena nilai-nilai kebudayaan yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat akan membuat suatu bangsa menjadi besar.

           Sejalan dengan sambutan Menko PMK tersebut, manusia tanpa kesehatan juga akan sia-sia seperti halnya aktivitas pemerintahan tanpa perekonomian. Jika ditelisik lebih jauh, Pandemi Covid-19 menyebabkan sendi-sendi perekonomian melemah yang menyebabkan kesehatan aktivitas pemerintahan juga menurun. Akibatnya, resesi ekonomi tak terelakkan hingga mencapai pertumbuhan minus 5,32% pada kuartal II tahun 2020 (BPS, 2020). Pandemi Covid-19 seakan memukul telak perekonomian Indonesia hampir pada seluruh industri hingga memunculkan multiplayer effect dalam bentuk negatif, seperti turunnya daya beli masyarakat hingga munculnya penangguran (Freycinetia, 2020).

           Industri dalam aktivitas perekonomian memang menjadi penopang rangkaian aktivitas perekonomian tersebut. Mengacu pada Yunarni (2016), industri merupakan rangkaian kegiatan usaha ekonomi yang meliputi pengolahan dan    pengerjaan atau pembuatan, perubahan dan perbaikan bahan baku menjadi barang sehingga pada akhirnya akan lebih berguna dan bermanfaat bagi seluruh masayarakat. Selain itu, industri mencakup pengertian yang lebih luas, yaitu semua kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif (BPS, 2008). Dalam hal ini, pengertian industri yang digunakan adalah pengertian dari BPS yang memiliki cakupan lebih luas.

Salah satu industri yang berperan signifikan dalam denyut nadi perekonomian Indonesia adalah Industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang turut menjadi industri terdampak signifikan oleh Pandemi Covid-19 hingga menyebabkan 82,9% UMKM di Kawasan Jabodetabek merasakan dampak negatif dan penurunan omzet sebesar 30% pada 63,9% UMKM di Kawasan Jabodetabek (Bahtiar, 2021: 20). Padahal UMKM di Indonesia memiliki peran penting pada perekonomian nasional dengan jumlah 64,19 juta. Salah satu sektor dari UMKM yang berkaitan dengan ekosistem kebudayaan dan paling terdampak Pandemi Covid-19 adalah sektor pariwisata. Padahal sebelum Pandemi Covid-19 melanda Indonesia, pariwisata berbasis kebudayaan berkontribusi pada Produk Domestik Broto sekitar 4,11% hingga 4,25% dalam kurun waktu tahun 2015-2017 (BPS, 2017). Oleh sebab itu, melihat potensi yang dimiliki oleh ekosistem kebudayaan, maka upaya pemulihan perekonomian pasca Pandemi Covid-19 harus mempertimbangkan kebudayaan.

Kebudayaan pada dasarnya merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil interaksi masyarakat sehingga menciptakan proses dan hasil interaksi antar kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Mengacu pada pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan tersebut, terdapat persamaan antara kebudayaan dan industri dalam hal proses dan kegiatan sehingga sinergi antara kebudayaan dan industri menjadi hal yang patut dikemukakan dalam upaya pemulihan perekonomian Indonesia. Lebih dari itu, kebudayaan telah diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945 Pasal 32 untuk dipelihara dan dikembangkan sehingga berkontribusi dalam peradaban dunia. Untuk itu, amanat konstitusi tersebut perlu diimplementasikan terutama dalam rangka pemulihan Indonesia sehingga diharapkan pemulihan dimaksud tidak hanya menjangkau perekonomian, melainkan pula membentuk dinamika kebudayaan baru pasca munculnya proses dan interaksi baru akibat Pandemi Covid-19. Dengan kata lain, kebudayaan menghadirkan opsi lain dalam rangka memulihkan perekonomian lewat potensi yang besar.

Kebudayaan dan perekonomian pada hakikatnya memiliki kedudukan yang setara serta saling menopang satu sama lain. Dalam Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK), budaya dan ekonomi menjadi salah satu dimensi, yakni Dimensi Ekonomi Budaya dengan indikator Penduduk yang Memiliki Sumber Penghasilan sebagai Pelaku/Pendukung Pertunjukan Seni. Namun demikian, kesetaraan kebudayaan dan perekonomian yang saling menopang tersebut belum terlihat pada hasil yang ditunjukkan oleh IPK pada tahun 2018. Dimensi Ekonomi Budaya hanya bernilai 30,55 dan indikatornya memiliki persentase 31%. Hasil ini menunjukkan bahwa pada tahun 2018 atau sebelum Pandemi Covid-19, ekonomi budaya belum dioptimalkan potensinya baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat sehingga belum memberikan kontribusi signifikan bagi industri secara umum.

           Menyadari belum optimalnya kebudayaan, Pemerintah mulai mencanangkan pemajuan kebudayaan, yaitu upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan. Upaya tersebut turut terimbas dengan adanya Pandemi Covid-19 yang menyebabkan penutupan pusat-pusat layanan kebudayaan seperti museum, situs cagar budaya, galeri seni, taman budaya, dan sanggar. Larangan berkerumun di ruang publik juga turut membatasi ruang gerak bagi para pelaku budaya dan masyarakat untuk melakukan kegiatan kebudayaan seperti pertunjukan seni dan penyelenggaraan festival budaya. Sementara itu, ekosistem kebudayaan berkelanjutan yang memungkinkan para petaku budaya dapat terus berkarya dan memperoleh apresiasi dari masyarakat pada situasi Pandemi Covid-l9 belum terbangun dengan kokoh (RKP 2021). Hal tersebut secara sepintas tidak hanya mendeskripsikan dampak pada bidang kebudayaan saja, melainkan dampak pada bidang perekonomian pula sehingga keduanya menjadi permasalahan yang harus diselesaikan.

           Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah mengarahkan upaya pemulihan pembangunan Pasca Pandemi melalui pembangunan ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat, mengembangkan media baru berbasis IT sebagai wahana ekspresi budaya, dan mengembangkan dana perwalian kebudayaan. Untuk mengimplementasikan upaya pemilihan tersebut, Pemerintah melakukan upaya pemberian bantuan sosial bagi para seniman dan penggiat budaya untuk melakukan kegiatan kebudayaan, bantuan penyelenggaraan festival budaya bagi daerah, serta bantuan pengembangan desa pemajuan kebudayaan (RKP 2021). Upaya tersebut dilakukan guna meningkatkan pemajuan kebudayaan untuk meningkatkan peran kebudayaan dalam pembangunan.

           Pada pemberian bantuan sosial bagi para seniman dan penggiat budaya untuk melakukan kegiatan kebudayaan, Pemerintah mencanangkan program bantuan sosial langsung berjumlah 37.893 seniman. Selain itu, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga mengadakan berbagai sayembara dan kompetisi, seperti halnya Kompetisi Jalur Rempah dan Indonesiana guna menggiatkan para seniman dan penggiat budaya untuk tetap berkegiatan. Selain itu, pada bantuan penyelenggaraan festival budaya bagi daerah, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga memberikan stimulus dalam penyelenggaraan Pekan Kebudayaan Daerah dan Pekan Kebudayaan Nasional. Di samping itu, pada bantuan pengembangan desa pemajuan kebudayaan, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengadakan sayembara Temu Kenali Budaya Desaku dengan tujuan memetakan potensi desa sekaligus menggerakkan para penggiat budaya dalam rangka melakukan pemajuan kebudayaan dari unit terkecil (desa).

           Stimulus dan insentif kebudayaan yang telah diberikan oleh Pemerintah diharapkan mampu menjadikan masyarakat berdaya dari segi ekonomi, berbagai kegiatan tersebut juga memperkaya kebudayaan itu sendiri, serta memperkuat kohesi sosial masyarakat. Akan tetapi, upaya tersebut setidaknya perlu mempertimbangkan dua hal, yaitu persepsi tentang kebudayaan dan aturan hukum terkait kebudayaan.

  1. Terkait dengan persepsi, selama ini Pemerintah dan masyarakat Indonesia masih memandang kebudayaan dalam konteks “untung-rugi” sehingga hanya sebatas mempertimbangkan profitabilitas dan liabilitas. Padahal kebudayaan memiliki ekuitas yang potensial sehingga dapat menjadi aset, bahkan investasi untuk masa mendatang. Untuk itu, persepsi tentang kebudayaan perlu diubah sehingga potensinya mampu dilindungi, dikembangkan, dimanfaatkan, dan dibina dengan baik.
  2. Aturan hukum menjadi hal yang signifikan untuk dipertimbangkan sebab potensi yang dimiliki kebudayaan akan mampu dikembangkan dan dimanfaatkan apabila memiliki payung hukum yang tegas dan jelas. Oleh sebab itu, aturan turunan dalam bentuk Peraturan Pemerintah dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 perlu dipercepat proses penyelesaiannya. Di samping itu, aturan mengenai Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) dan Strategi Kebudayaan yang memuat Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD)     dalam bentuk Peraturan Presiden juga perlu untuk dipercepat proses penyelesaiannya. Dengan begitu, arah kebijakan pemerintah menjadi lebih jelas sehingga upaya pemajuan kebudayaan dan pemulihan perekonomian pada industri pariwisata yang beririsan dalam suatu ekosistem kebudayaan dapat segera diimplementasikan.

Dengan mempertimbangkan persepsi dan aturan hukum, arah kebijakan pada tahun berikutnya perlu untuk diarahkan pada penguatan pemulihan. Pemberian stimulus dan insentif perlu untuk tetap diterapkan, namun lebih diarahkan pada pelaksanaan kegiatan kebudayaan, seperti pertunjukan dan penyelenggaraan festival, serta pembukaan pusat-pusat layanan kebudayaan seperti museum, situs cagar budaya, galeri seni, taman budaya, dan sanggar yang keseluruhannya dilakukan secara hybrid (daring maupun luring). Selain itu, optimalisasi dana desa untuk desa pemajuan kebudayaan juga perlu diterapkan sehingga memunculkan destinasi kebudayaan baru yang turut berkontribusi pada denyut nadi perekonomian. Di samping itu, peningkatan kapasitas Sumber Daya Kebudayaan (termasuk Sumber Daya Manusia) melalui pelatihan dan kompetisi juga diperlukan sehingga ketangguhan subjek kebudayaan dapat teruji dengan tangguh sehingga perekonomian juga akan tumbuh.

Pada akhirnya, Pandemi Covid-19 memang memberikan multiplayer effect negatif terhadap perekonomian. Namun, Pandemi Covid-19 juga membuka peluang untuk kembali mengkaji lebih mendalam potensi yang dimiliki guna menyusun rencana pemulihan. Dalam hal pemulihan ini, kebudayaan dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem yang di dalamnya terdapat suatu industri yang mencakup Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan juga pariwisata. Oleh sebab itu, kebudayaan dapat menjadi opsi sekaligus potensi yang mampu memulihkan kembali perekonomian yang sempat “anosmia” ke jurang resesi. Tentunya, upaya pemulihan melalui kebudayaan tersebut memerlukan penyamaan persepsi dan sinergi, yaitu kebudayaan dan perekonomian memiliki hubungan signifikan yang saling menopang satu sama lain.