KADO ISTIMEWA HARI KARTINI

Menko PMK: Prestasi Luar Biasa

BRAFOPMK - Momentum Hari Kartini tahun ini terasa spesial bagi kaum perempuan Indonesia. Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Sesksual (RUU TPKS) akhirnya sah menjadi undang–undang. Momen bersejarah tersebut terjadi dalam Sidang Paripurna DPR RI ke–19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021–2022 di Jakarta, Selasa (12/04).

Kehadiran UU TPKS amat dinanti rakyat, terkhusus kaum hawa. Pasalnya, setelah lebih dari satu dasawarsa dibahas, regulasi yang mengatur secara komprehensif seputar tindak TPKS tersebut berakhir 'Happy Ending'.

UU TPS merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual. Menangani, melindungi, dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual.

"Inilah semangat dan roh perjuangan kita bersama, antara DPR RI, Pemerintah, dan Masyarakat Sipil, yang perlu terus kita ingat agar Undang-Undang ini nantinya memberikan manfaat ketika diimplementasikan, khususnya bagi korban kekerasan seksual,”  kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam keterangan persnya belum lama ini.

Menoleh ke belakang, perjalanan RUU TPKS memang menempuh proses yang amat panjang. Mulanya, RUU ini diinisiasi oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2012. Empat tahun kemudian, RUU ini berhasil masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI Tahun 2016 sebagai RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Bintang juga mengapresiasi atas komitmen, sinergi, dan kolaborasi yang baik antara DPR RI, Pemerintah, dan dukungan penuh dari masyarakat. Menteri PPPA berharap UU TPKS nantinya akan implementatif dan memberikan manfaat, khususnya bagi korban kekerasan seksual.

Pemerintah, lanjut dia, telah melakukan rapat-rapat kerja secara intensif sejak akhir Januari hingga 11 Februari 2022 yang dikoordinasikan Menteri PPPA sebagai leading sector. Termasuk bersama dengan Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum dan HAM.

“Kami juga menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya atas sinergi, kolaborasi, dan komitmen yang baik dari Pemerintah dan DPR RI, dan pendampingan yang luar biasa dari teman-teman masyarakat sipil. Akhirnya setelah penantian yang sangat panjang, RUU TPKS bisa kita sahkan," beber Bintang.

"Tentu kami harapkan nantinya undang – undang ini dapat menjadi undang–undang yang imlementatif. Bicara soal implementatif, maka kita berbicara bagaimana nantinya kita dapat mengatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan, baik itu Peraturan Presiden, maupun Peraturan Pemerintah,” tegas Bintang.

Menteri PPPA mengatakan langkah–langkah yang akan dilakukan lebih lanjut setelah RUU ini disahkan, yaitu dengan melakukan sosialisasi serta koordinasi dengan lintas Kementerian/Lembaga. Demikian juga Pemerintah Daerah, penerapan undang-undang ini harus implementatif untuk kepentingan yang terbaik bagi korban.

Perhatian yang besar terhadap penderitaan korban juga diwujudkan dalam bentuk pemberian restitusi. Restitusi diberikan oleh pelaku tindak pidana kekerasan seksual sebagai ganti kerugian bagi korban. Jika harta kekayaan terpidana yang disita tidak mencukupi biaya restitusi, maka negara akan memberikan kompensasi kepada korban sesuai dengan putusan pengadilan.

Prestasi Luar Biasa

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mengatakan, disahkannya UU TPKS merupakan prestasi yang luar biasa bagi semua pihak yang terlibat. Sebab, UU TPKS baru disahkan setelah tujuh tahun terlunta-lunta proses pembahasannya.

"Pemerintah memandang perlu mempercepat undang-undang ini disahkan yang sudah 7 tahun terlunta lunta. Jadi ini prestasi luar biasa untuk kita semua," ujar Muhadjir dalam sambutan peluncuran Permenko PMK nomor 1 tahun 2022 tentang Rencana Aksi Nasional Peningkatan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah dan Remaja, Selasa (19/4).

Muhadjir berharap undang-undang ini punya ‘daya jotos’ menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual di Indonesia yang semakin memprihatinkan. Karenanya,

UU TPKS ini sangat ditunggu-tunggu dan dibutuhkan oleh banyak pihak. “Apalagi, fakta belakangan ini sangat banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang mencuat ke permukaan,” terangnya lagi.

Lebih lanjut, Muhadjir menegaskan bahwa fenomena kekerasan seksual pada anak dan perempuan seperti fenomena gunung es. Ia meyakini masih banyak kasus yang belum terungkap selama ini ketimbang yang sudah ditemukan. "Karena perhatian Indonesia pada perlindungan anak dan perempuan merupakan hal yang baru. Belum lama. Kira-kira 20 tahun terakhir," pungkas dia. (*)

Kontributor Foto: