Tradisi Ider Bumi, Lebaran Khas Masyarakat Osing

Suku Osing Banyuwangi sebagai penyangga budaya sangat menyakini perihal mitos – mitos yang berkaitan dengan keberadaan mereka. Keyakinan tersebut diwujudkan dalam berbagai ritual budaya seperti Tradisi Tumpeng Sewu dan Ritual Tari Seblang.

Di Desa Kemiren yang menjadi salah satu basis masyarakat Osing terdapat satu lagi ritual selamatan serupa yakni Tradisi Ider Bumi atau Barong Ider Bumi. Tradisi ini merupakan salah satu ritual tahunan oleh Suku Osing di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi.

Sebuah upacara sinkretisme yang ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan masyarakat desa yang juga bisa disebut sebagai Ritual Pengusir bahaya (Tolak Bala). Tradisi ini rutin dilaksanakan pada bulan Syawal, tepatnya pada hari kedua Lebaran Idul Fitri.

Istilah Ider Bumi ada karena memiliki makna. Disebutkan oleh Poerwadarmito (1939:33 dan 167) kata ider berarti berkeliling kemana-mana, dan kata bumi artinya jagat atau tempat berpijak. Dari arti kedua kata tersebut, Ider Bumi dimaksudkan sebagai kegiatan mengeliling tempat berpijak atau bumi.

Tradisi Barong Ider Bumi sangat disambut oleh segenap masyarakat osing karena terkait dengan keyakinan akan keberadaan Danyang Dusun Kemiren yakni Buyut Cili.

Dikatakan bahwa Buyut Cili hanyalah sebuah mitos karena memang tidak ditemukan satupun bukti otentik mengenai cerita tersebut. Satu-satunya yang menjadikan cerita mengenai Buyut Cili tetap diyakini hanyalah berdasarkan keterangan lisan warga setempat.

Mitos yang diceritakan turun temurun tersebut telah diyakini adanya dan selalu hadir dalam kepercayaan masyarakat osing. Dijadikan pedoman hidup untuk selalu berbuat baik dan ingatan bahwa diluar mereka terdapat kekuatan lebih besar yang mampu mempengaruhi.

Sejarah 

Ritual Idher Bumi dimulai dari peristiwa yang terjadi sekitar tahun 1800-an. Pada saat itu Desa Kemiren terserang Pageblug atau Blindeng dalam Bahasa Kemiren. Pageblug adalah sebuah keadaan bencana tiba-tiba yang menjadi momok bagi sebagian besar Masyarakat Jawa.

Di Desa Kemiren, peristiwa ini tidak hanya menyebabkan tanaman di sawah warga di serang hama namun juga menyebabkan kematian sebagian warga. Desa Kemiren memperlihatkan suasana ketakutan hingga diceritakan pada malam hari mereka tidur berkelompok dan tidak berani untuk tidur dirumah sendiri.

Melalui kejadian tersebut, para sesepuh desa berinisiatif untuk mendatangi atau berziarah ke Makam Buyut Cili. Mereka berharap mendapatkan petunjuk untuk memberantas pageblug yang melanda desa mereka. Selang beberapa hari mereka mendapatkan wangsit lewat mimpi.

Wangsit tersebut mengisyaratkan masyarakat Desa Kemiren diharuskan mengadakan upacara slametan dan arak-arakan yang melintasi jalan desa.

Setelah masyarakat melaksanakan apa yang menjadi petunjuk dari Buyut Cili, semua penyakit atau pagebluk hilang. Menurut salah satu sumber bahwa dari peristiwa tersebutlah Ritual Ider Bumi tetap dilakukan.

Pelaksanaan 

Seperti kebanyakan ritual-ritual di Banyuwangi, Tradisi Ider Bumi juga melibatkan sajian seni pertunjukan yang diwujudkan dalam sebuah arak-arakan. Semacam festival atau karnaval dengan rute telah ditentukan yakni dimulai dari ujung timur hingga ujung barat Desa Kemiren.

Penentuan dimulainya arak-arakan dari timur ke barat pun tidak terlepas dari pemaknaan dari keyakinan yang juga mereka anut yakni Agama Islam, menuju ke barat adalah menuju ke arah kiblat.

Arak-arakan Barong Ider Bumi biasanya dilaksanakan setelah waktu dhuhur dengan pertimbangan cuaca yang tidak terlalu panas. Berangkat dari Rumah Barong dan berakhir di tempat pelaksanaan selamatan. Adapun urutan peserta arak-arakan biasanya diawali dua orang yang membawa umbul-umbul khas kemiren.

Kemudian sekelompok Kesenian Barong diawali sepasang penari Macan-macanan. Setelah itu disusul Pitik-pitikan (Ayam-ayaman) dan diikuti dibelakangnya oleh penampilan barong yang menari sambil berjalan dengan diringi Musik oleh kelompok musik dibelakangnya.

Urutan selanjutnya biasanya di ikuti oleh seorang modin yang menabur sesajen. Ibu-ibu menggendong Bokor Kuningan Sesaji, Kelompok Jebeng-Tulik (muda -mudi osing berbusana khas banyuwangi). Kemudian Pembawa Tumpeng, Kelompok Jaran Kecak, Kelompok Musik Rebana, Kelompok Aparat Desa.

Barisan akhir diisi dengan Kelompok Musik Kuntulan serta kelompok masyarakat yang ikut memeriahkan acara tersebut. Hanya saja urutan-urutan peserta yang telah disebutkan tidaklah mengikat, karena seiring perkembangannya pasti terjadi pergeseran dan bisa terjadi pengurangan ataupun penambahan.

Arak-arakan tersebut diakhiri dengan diadakannya selamatan diatas gelaran tikar. Dimulai dengan pembacaan doa dalam bahasa Osing dan Arab. Kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan menu khas Using yakni Pecel Pithik.

Disaat itulah semakin tampak keakraban seluruh warga tanpa memandang status sosial, karena memang Tradisi Selamatan Ider Bumi adalah ditujukan untuk kebutuhan bersama.