Pemerintah Upayakan Biaya Penempatan Tidak Membebani Pekerja Migran

KEMENKO PMK -- Pekerja Migran Indonesia (PMI) disebut-sebut sebagai pahlawan devisa bagi negara. Namun, kenyataannya pahlawan itu acap kali terbebani dengan himpitan hutang. Lebih mirisnya, hutang mereka  karena harus membiayai berbagai hal dalam penempatan pekerjaan.

Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, biaya penempatan pekerja migran seharusnya dibebankan pada pemberi kerja. Biaya ini menyangkut biaya administratif dan teknis sebelum keberangkatan. 

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri menyampaikan bahwa para PMI yang akan berangkat bekerja harus mendapatkan perlindungan dalam hal administrasi dan teknisnya. 

Menurutnya, para PMI yang bekerja harus bisa bekerja dengan baik dan tenang tanpa memikirkan pembiayaan-pembiayaan yang membebaninya. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Biaya Penempatan Bagi Pekerja Migran Indonesia, di Kantor Kemenko PMK, pada Kamis (24/11/2022).

"Penting untuk memastikan perlindungan dan kepastian pembiayaan bagi para PMI. Jangan sampai PMI pekerja harus menanggung biaya hutang," ujarnya.

Femmy menerangkan, biaya penempatan bagi PMI yang harusnya ditanggung pemberi kerja berupa : tiket keberangkatan, tiket pulang, visa kerja, legalisasi perjanjian kerja, jasa perusahaan, penggantian paspor, SKCK, Jaminan Sosial PMI, pemeriksaan kesehatan dan psikologi di dalam negeri, pemeriksaan kesehatan tambahan, transportasi lokal dan akomodasi.

Sementara untuk pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja perlu dibiayai oleh pemerintah daerah dan lembaga pelatihan kerja milik pemerintah dan atau swasta yang terakreditasi.

"Namun kenyataannya di lapangan masih ada penyimpangan yang dilakukan oleh para pemberi kerja dengan membebankan biaya tersebut kepada pekerja" ucapnya.

Rapat Koordinasi dihadiri oleh Deputi II KSP Abdenego Tarigan, Dirjen Protokol Konsuler Kemenlu Andy Rachmianto, Direktur Bina Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kemnaker Rendra Setiawan,  Kepala Biro Hukum BP2MI dan jajaran BP2MI, Perwakilan Dirjen Bangda Kemendagri, perwakilan Kemenko Perekonomian, dan Perwakilan BPJS Ketenagakerjaan.

Dalam rapat koordinasi dibahas beberapa hal yang perlu dilakukan untuk membebaskan PMI dari pembebanan biaya. Di antaranya adalah dengan adanya sistem reimbursement yang mana pemberi kerja akan mengganti biaya yang dikeluarkan pekerja. Kemudian ada komponen dan besaran pembiayaan penempatan PMI difasilitasi melalui pinjaman Kredit Tanpa Angunan dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank BUMN. 

Pembebasan biaya juga bisa dilakukan dengan skema bilateral Government To Government bila memungkinkan. Selain itu juga daerah perlu memastikan untuk memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi para pekerja migran. Para PMI juga harus dilindungi dengan BPJS Ketenagakerjaan. 

Namun demikian, dalam rapat, Femmy meminta seluruh kementerian dan lembaga terkait memikirkan skema terbaik supaya para PMi yang merupakan pahlawan devisa tidak memiliki beban dalam keberangkatannya.

"Perlu ada peninjauan dan evaluasi kembali dalam hal pembiayaan ini. Diharapkan masing-masing dari kita kembali mendiskusikan sehingga ada solusi untuk mereka," ucap Femmy. (*)

Kontributor Foto:
Reporter: